Manajemen Berbasis Bukti di Tempat Kerja: Tinjauan Komprehensif

Manajemen Berbasis Bukti di Tempat Kerja: Tinjauan Komprehensif

Evidence-Based Management di Tempat Kerja: Tinjauan Komprehensif

Evidence-Based Management (EBM) atau Manajemen Berbasis Bukti adalah pendekatan pengambilan keputusan yang menekankan penggunaan data dan studi yang diteliti secara ilmiah untuk menginformasikan praktik manajerial. Metode ini berbeda dengan proses pengambilan keputusan tradisional, yang seringkali mengandalkan opini pribadi, praktik historis, atau bukti anekdotal (Pfeffer & Sutton, 2006). Prinsip inti dari EBM adalah untuk menerjemahkan prinsip-prinsip yang didasarkan pada bukti terbaik yang tersedia ke dalam praktik organisasi, sehingga beralih dari preferensi pribadi dan pengalaman yang tidak sistematis menuju keputusan yang didasarkan pada bukti ilmiah (De Angelis, 2005; Lemieux-Charles & Champagne, 2004).

Konsep evidence-based management telah berkembang dari gerakan evidence-based practice yang berasal dari ilmu kedokteran dan sejak saat itu telah diadaptasi ke berbagai bidang, termasuk manajemen (Sackett et al., 2000). EBM bertujuan untuk menjembatani kesenjangan penelitian-praktik dengan menyediakan data yang andal dari berbagai bidang kepada para manajer, meningkatkan kemampuan mereka untuk membuat pilihan yang terinformasi (Rousseau, 2006). Pendekatan ini melibatkan proses terstruktur yang meliputi identifikasi pertanyaan penelitian, pengumpulan studi yang relevan, penilaian kritis terhadap informasi, dan perumusan solusi berdasarkan kombinasi temuan (Bazerman, 2009).

Prinsip-Prinsip Utama Evidence-Based Management

EBM didasarkan pada beberapa prinsip utama yang memandu penerapannya dalam praktik manajemen. Prinsip pertama adalah komitmen untuk menggunakan bukti terbaik yang tersedia. Ini melibatkan mengandalkan studi penelitian yang dirancang dengan baik, data berkualitas tinggi, dan analisis ahli. Dengan mendasarkan keputusan pada bukti yang paling andal dan valid, manajer dapat meningkatkan kemungkinan mencapai hasil yang diinginkan (Better Change, 2023).

Prinsip kedua menekankan pentingnya mengevaluasi bukti secara kritis. Ini melibatkan penilaian keandalan dan validitas metode penelitian yang digunakan, serta mempertimbangkan konteks dan relevansi temuan dengan keputusan spesifik yang dihadapi. Dengan mengevaluasi bukti secara kritis, manajer dapat menghindari pengambilan keputusan berdasarkan penelitian yang cacat atau bias (Better Change, 2023).

Terakhir, EBM menekankan pentingnya pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan. Manajer harus terbuka terhadap bukti baru dan bersedia merevisi keputusan dan praktik mereka berdasarkan informasi baru. Pendekatan iteratif ini memungkinkan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan keadaan dan membuat keputusan yang lebih terinformasi dari waktu ke waktu (Better Change, 2023).

Sumber Bukti dalam Evidence-Based Management

Dalam EBM, bukti dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk penelitian ilmiah, informasi bisnis internal, dan pengalaman profesional. Penelitian ilmiah menyediakan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan, menawarkan wawasan tentang best practices dan strategi yang efektif. Informasi bisnis internal, seperti data penjualan, umpan balik pelanggan, dan metrik kinerja karyawan, juga dapat memberikan bukti berharga untuk pengambilan keputusan. Pengalaman profesional, meskipun subjektif, dapat menawarkan wawasan praktis yang melengkapi penelitian ilmiah dan data internal (CEBMa, 2023).

Alat dan Teknik untuk Menerapkan Evidence-Based Management

Menerapkan EBM membutuhkan pendekatan terstruktur untuk mengumpulkan, mengevaluasi, dan menerapkan bukti. Salah satu alat utama untuk menerapkan EBM adalah penggunaan jurnal dan database akademik. Langganan jurnal akademik menyediakan akses ke temuan dan studi penelitian terbaru, memungkinkan manajer untuk tetap mendapat informasi tentang best practices dan tren yang muncul di bidang mereka (ThoughtExchange, 2023).

Alat penting lainnya adalah penggunaan enterprise discussion management tools. Alat-alat ini memfasilitasi pengumpulan dan analisis umpan balik stakeholder, memberikan wawasan berharga tentang nilai-nilai dan kekhawatiran mereka yang terpengaruh oleh keputusan manajemen. Dengan berkonsultasi dengan stakeholder, manajer dapat memastikan bahwa keputusan mereka selaras dengan kebutuhan dan harapan organisasi mereka (ThoughtExchange, 2023).

Evidence-Based Management di Indonesia

Di Indonesia, EBM telah diterapkan di berbagai sektor, termasuk pasar e-commerce ritel. Sebuah studi oleh Sihotang et al. (2020) berfokus pada kompetensi inti wirausahawan wanita dalam membangun kinerja bisnis online yang unggul. Studi tersebut mengidentifikasi dua kompetensi utama: pengembangan kemitraan dan kemampuan digital marketing. Penelitian ini dilakukan di lima online retail marketplace terbesar di Indonesia, termasuk Shopee, Tokopedia, Blibli, Blanja, dan Bukalapak. Studi ini menggunakan pendekatan mixed-methods, menggabungkan metode desain penelitian kualitatif dan kuantitatif untuk menganalisis pertanyaan penelitian secara efektif (IvyPanda, 2023).

Studi tersebut menyoroti pentingnya menggunakan sampel yang representatif untuk memastikan validitas dan generalisasi temuan. Para peneliti menggunakan pemilihan acak untuk memilih peserta, memastikan bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pendekatan ini membantu menggeneralisasi populasi, membuat temuan studi dapat diterapkan pada lokasi dan waktu lain (IvyPanda, 2023).

Tantangan dan Hambatan Evidence-Based Management

Meskipun memiliki keunggulan, beberapa manajer mungkin menolak evidence-based management karena skeptisisme tentang penerapan penelitian atau ketakutan untuk menyimpang dari metode yang sudah mapan. Penolakan ini dapat dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk konteks yang berbeda di mana akademisi dan manajer beroperasi, serta kesenjangan komunikasi antara peneliti dan praktisi. Akademisi seringkali menulis dengan cara yang tidak mudah didekati oleh manajer, menyulitkan mereka untuk menerapkan temuan penelitian pada proses pengambilan keputusan mereka (EBSCO, 2021).

Selain itu, beberapa manajer mungkin tidak mempercayai bukti karena dirasa kurang relevan atau tidak dapat diterapkan pada situasi spesifik mereka. Ketidakpercayaan ini dapat diatasi dengan menumbuhkan budaya penyelidikan dan pembelajaran berkelanjutan di dalam organisasi. Dengan mendorong manajer untuk mengevaluasi bukti secara kritis dan tetap up-to-date dengan temuan penelitian terbaru, organisasi dapat mengatasi hambatan untuk menerapkan EBM (EBSCO, 2021).

Arah Masa Depan dalam Penelitian Evidence-Based Management

Penelitian masa depan dalam EBM harus berfokus pada eksplorasi dinamika pengambilan keputusan berbasis bukti dalam konteks geografis yang lebih luas dan menguji dampak jangka panjang dari intervensi yang ditargetkan pada implementasi Evidence-Based Practice (EBP). Selain itu, penelitian harus bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara akademisi dan praktisi dengan mengembangkan metode yang inovatif dan kreatif untuk membawa bukti kepada manajer yang berpraktik. Hal ini dapat dicapai melalui upaya kolaboratif antara peneliti dan praktisi, serta pengembangan alat dan sumber daya yang mudah digunakan yang memfasilitasi penerapan praktik berbasis bukti dalam manajemen (BMC Nursing, 2025).

Kesimpulan

Evidence-Based Management adalah pendekatan yang sistematis dan ketat untuk pengambilan keputusan yang memanfaatkan bukti terbaik yang tersedia untuk menginformasikan dan mendukung praktik manajemen. Dengan mematuhi prinsip-prinsip utama EBM, manajer dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi dan efektif, yang mengarah pada hasil organisasi yang lebih baik. Meskipun tantangan dan hambatan untuk menerapkan EBM ada, menumbuhkan budaya penyelidikan dan pembelajaran berkelanjutan dapat membantu organisasi mengatasi hambatan ini dan sepenuhnya menyadari manfaat pengambilan keputusan berbasis bukti. Penelitian masa depan harus berfokus pada menjembatani kesenjangan antara akademisi dan praktisi, serta mengeksplorasi dinamika pengambilan keputusan berbasis bukti dalam konteks yang lebih luas.

Tantangan dan Solusi dalam Menerapkan Evidence-Based Management

Memahami Tantangan

Menerapkan evidence-based management (EBM) di tempat kerja menghadirkan banyak tantangan yang dapat menghambat adopsi yang efektif. Salah satu hambatan utama adalah penolakan terhadap perubahan di kalangan manajer dan karyawan. Penolakan ini seringkali berasal dari kurangnya pemahaman tentang manfaat EBM atau ketakutan untuk menyimpang dari praktik yang sudah mapan. Manajer mungkin juga skeptis tentang penerapan temuan penelitian pada konteks organisasi spesifik mereka, yang menyebabkan keengganan untuk merangkul pengambilan keputusan berbasis bukti (EBSCO, 2021).

Tantangan signifikan lainnya adalah kesenjangan komunikasi antara akademisi dan praktisi. Penelitian akademik seringkali dipublikasikan dengan cara yang tidak mudah diakses atau dipahami oleh manajer. Kesenjangan ini dapat mengakibatkan terputusnya hubungan antara temuan penelitian dan penerapan praktisnya di tempat kerja. Selain itu, laju perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis dapat menyulitkan manajer untuk mengikuti penelitian dan bukti terbaru, yang semakin memperumit implementasi EBM (EBSCO, 2021).

Mengatasi Penolakan terhadap Perubahan

Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan, organisasi harus menumbuhkan budaya penyelidikan dan pembelajaran berkelanjutan. Ini melibatkan penciptaan lingkungan di mana manajer dan karyawan didorong untuk mempertanyakan praktik yang ada dan mencari bukti baru untuk menginformasikan keputusan mereka. Menyediakan peluang pelatihan dan pengembangan dapat membantu manajer memahami nilai EBM dan membekali mereka dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan menerapkan temuan penelitian secara kritis (EBSCO, 2021).

Kepemimpinan memainkan peran penting dalam mendorong perubahan budaya ini. Para pemimpin harus memperjuangkan adopsi EBM dan menunjukkan manfaatnya melalui proses pengambilan keputusan mereka sendiri. Dengan memberikan contoh dan memberikan dukungan, para pemimpin dapat membantu membangun budaya yang menghargai praktik berbasis bukti dan mendorong inovasi serta peningkatan berkelanjutan (EBSCO, 2021).

Menjembatani Kesenjangan Komunikasi

Menjembatani kesenjangan komunikasi antara akademisi dan praktisi membutuhkan upaya kolaboratif. Peneliti dapat memainkan peran penting dengan menyajikan temuan mereka dengan cara yang lebih mudah diakses dan praktis. Ini dapat melibatkan penggunaan bahasa sederhana, memberikan ringkasan yang jelas dan ringkas, dan menawarkan rekomendasi praktis untuk menerapkan penelitian dalam situasi dunia nyata (EBSCO, 2021).

Organisasi juga dapat memfasilitasi kolaborasi ini dengan menjalin kemitraan dengan institusi akademik. Kemitraan ini dapat menciptakan peluang untuk proyek penelitian bersama, inisiatif berbagi pengetahuan, dan pengembangan alat dan sumber daya praktis yang mendukung implementasi EBM. Dengan bekerja sama, akademisi dan praktisi dapat membantu memastikan bahwa temuan penelitian relevan, dapat diterapkan, dan dapat ditindaklanjuti (EBSCO, 2021).

Mengatasi Laju Perubahan

Laju perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis dapat menyulitkan manajer untuk tetap mendapat informasi tentang penelitian dan bukti terbaru. Untuk mengatasi masalah ini, organisasi dapat menerapkan sistem dan proses yang memfasilitasi pembelajaran berkelanjutan dan berbagi pengetahuan. Ini dapat mencakup berlangganan jurnal dan database akademik, membangun platform berbagi pengetahuan internal, dan mendorong manajer untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan profesional (ThoughtExchange, 2023).

Selain itu, organisasi dapat memanfaatkan teknologi untuk merampingkan proses pengumpulan dan evaluasi bukti. Misalnya, enterprise discussion management tools dapat memfasilitasi pengumpulan dan analisis umpan balik stakeholder, memberikan wawasan berharga tentang nilai-nilai dan kekhawatiran mereka yang terpengaruh oleh keputusan manajemen. Dengan menggunakan alat-alat ini, manajer dapat memastikan bahwa keputusan mereka selaras dengan kebutuhan dan harapan organisasi mereka (ThoughtExchange, 2023).

Memastikan Relevansi dan Penerapan Bukti

Untuk memastikan relevansi dan penerapan bukti, organisasi harus mengadopsi pendekatan kritis dan kontekstual untuk mengevaluasi temuan penelitian. Ini melibatkan penilaian keandalan dan validitas metode penelitian yang digunakan, serta mempertimbangkan konteks dan relevansi temuan dengan keputusan spesifik yang dihadapi. Dengan mengevaluasi bukti secara kritis, manajer dapat menghindari pengambilan keputusan berdasarkan penelitian yang cacat atau bias (Better Change, 2023).

Organisasi juga dapat mengambil manfaat dari pengembangan panduan dan kerangka kerja internal untuk mengevaluasi dan menerapkan bukti. Panduan ini dapat memberikan pendekatan terstruktur untuk mengumpulkan, mengevaluasi, dan menerapkan bukti, memastikan bahwa keputusan didasarkan pada informasi terbaik yang tersedia. Dengan menetapkan proses yang jelas dan konsisten, organisasi dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas pengambilan keputusan mereka (Better Change, 2023).

Penelitian Evidence-Based Management di Indonesia

Di Indonesia, penelitian tentang evidence-based management telah dilakukan di berbagai sektor, termasuk kesehatan dan e-commerce. Sebuah studi oleh Sihotang et al. (2020) berfokus pada kompetensi inti wirausahawan wanita dalam membangun kinerja bisnis online yang unggul. Studi tersebut mengidentifikasi dua kompetensi utama: pengembangan kemitraan dan kemampuan digital marketing. Penelitian ini dilakukan di lima online retail marketplace terbesar di Indonesia, termasuk Shopee, Tokopedia, Blibli, Blanja, dan Bukalapak. Studi ini menggunakan pendekatan mixed-methods, menggabungkan metode desain penelitian kualitatif dan kuantitatif untuk menganalisis pertanyaan penelitian secara efektif (IvyPanda, 2023).

Studi lain oleh Wasir et al. (2025) mengeksplorasi tantangan dan prospek penguatan ketahanan sistem kesehatan melalui kesehatan digital di wilayah pedesaan dan terpencil di Indonesia. Studi tersebut menyoroti pentingnya menggunakan sampel yang representatif untuk memastikan validitas dan generalisasi temuan. Para peneliti menggunakan pemilihan acak untuk memilih peserta, memastikan bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pendekatan ini membantu menggeneralisasi populasi, membuat temuan studi dapat diterapkan pada lokasi dan waktu lain (Wasir et al., 2025).

Menerapkan Evidence-Based Management dalam Layanan Kesehatan

Di sektor layanan kesehatan, evidence-based management telah diterapkan untuk meningkatkan hasil pasien dan meningkatkan kualitas perawatan. Sebuah studi oleh Alsadaan (2025) menguji hambatan dan fasilitator dalam menerapkan evidence-based practice di kalangan administrator keperawatan. Studi tersebut mengidentifikasi beberapa hambatan, termasuk kurangnya waktu, sumber daya, dan dukungan dari kepemimpinan. Fasilitator termasuk akses ke bukti yang relevan, dukungan dari kolega, dan budaya yang menghargai pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan (Alsadaan, 2025).

Untuk mengatasi hambatan ini, organisasi layanan kesehatan dapat menerapkan intervensi yang ditargetkan yang mengatasi tantangan spesifik. Misalnya, menyediakan pelatihan dan sumber daya tambahan dapat membantu perawat dan administrator mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menerapkan praktik berbasis bukti. Selain itu, menumbuhkan budaya kolaborasi dan dukungan dapat mendorong perawat dan administrator untuk berbagi pengalaman mereka dan belajar dari satu sama lain (Alsadaan, 2025).

Arah Masa Depan dalam Penelitian Evidence-Based Management

Penelitian masa depan dalam evidence-based management harus berfokus pada eksplorasi dinamika pengambilan keputusan berbasis bukti dalam konteks geografis yang lebih luas dan menguji dampak jangka panjang dari intervensi yang ditargetkan pada implementasi EBP. Selain itu, penelitian harus bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara akademisi dan praktisi dengan mengembangkan metode yang inovatif dan kreatif untuk membawa bukti kepada manajer yang berpraktik. Hal ini dapat dicapai melalui upaya kolaboratif antara peneliti dan praktisi, serta pengembangan alat dan sumber daya yang mudah digunakan yang memfasilitasi penerapan praktik berbasis bukti dalam manajemen (BMC Nursing, 2025).

Kesimpulan

Menerapkan evidence-based management di tempat kerja menghadirkan berbagai tantangan, termasuk penolakan terhadap perubahan, kesenjangan komunikasi, dan laju perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis. Namun, dengan menumbuhkan budaya penyelidikan dan pembelajaran berkelanjutan, menjembatani kesenjangan komunikasi antara akademisi dan praktisi, dan mengadopsi pendekatan kritis dan kontekstual untuk mengevaluasi bukti, organisasi dapat mengatasi tantangan ini dan sepenuhnya menyadari manfaat pengambilan keputusan berbasis bukti. Penelitian masa depan harus berfokus pada menjembatani kesenjangan antara akademisi dan praktisi, serta mengeksplorasi dinamika pengambilan keputusan berbasis bukti dalam konteks yang lebih luas.

Penelitian Evidence-Based Management di Indonesia

Evidence-Based Management dalam Organisasi Layanan Kesehatan

Evidence-based management (EBM) dalam organisasi layanan kesehatan di Indonesia telah menjadi area penelitian dan implementasi yang berkembang. Sebuah studi Delphi yang dilakukan untuk mengembangkan kerangka kerja berbasis bukti untuk EBM dalam organisasi layanan kesehatan menyoroti pentingnya mengintegrasikan bukti ke dalam proses pengambilan keputusan manajerial (Pfeffer & Sutton, 2006; Rousseau, 2006; Barends et al., 2017; Rynes & Bartunek, 2017; de Meyrick, 2003). Studi tersebut menekankan perlunya pendekatan terstruktur untuk mengumpulkan, menilai, dan menerapkan bukti dalam praktik manajemen layanan kesehatan.

Di Indonesia, implementasi evidence-based medicine (EBM) telah menjadi fokus penelitian, terutama dalam konteks studi yang berorientasi pada pasien yang relevan dengan masalah kesehatan aktual. Jaringan Indonesian Clinical Epidemiology and Evidence-based Medicine (ICE-EBM), dengan lebih dari 30 institusi anggota, memainkan peran penting dalam mempercepat evidence-based practice di negara ini (Sastroasmoro, 2013). Jaringan ini memfasilitasi diseminasi temuan penelitian dan mempromosikan adopsi praktik berbasis bukti dalam layanan kesehatan.

Kecerdasan Emosional dan Kinerja Manajerial

Penelitian tentang emotional intelligence (EI) atau kecerdasan emosional dan dampaknya terhadap kinerja manajerial dalam organisasi layanan kesehatan di Indonesia telah mengungkapkan temuan yang signifikan. Sebuah studi oleh Lina Puspita (2023) menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dan kinerja manajerial, menyoroti bahwa manajer dengan tingkat EI yang lebih tinggi menunjukkan peningkatan keterampilan interpersonal, kemampuan pengambilan keputusan, dan strategi resolusi konflik. Kompetensi ini memungkinkan pemahaman dan pengelolaan emosi pribadi dan tim yang lebih baik, mendorong peningkatan kepuasan karyawan dan iklim organisasi (Puspita, 2023).

Studi ini mengadopsi metodologi meja (desk methodology), mengumpulkan data dari sumber daya yang ada, termasuk jurnal dan perpustakaan online. Temuan menunjukkan bahwa teori kecerdasan emosional, teori kepemimpinan transformasional, dan teori job demands-resources (JD-R) dapat menjadi jangkar studi di masa depan tentang kecerdasan emosional dan kinerja manajerial dalam organisasi layanan kesehatan di Indonesia. Organisasi layanan kesehatan didorong untuk memasukkan pelatihan EI yang komprehensif ke dalam inisiatif pengembangan kepemimpinan mereka, dan pembuat kebijakan harus memasukkan kompetensi EI sebagai bagian dari standar dan kriteria akreditasi untuk posisi manajemen layanan kesehatan (Puspita, 2023).

Tantangan dalam Menerapkan Evidence-Based Management

Menerapkan evidence-based management di Indonesia menghadapi beberapa tantangan, termasuk penolakan terhadap perubahan, kesenjangan komunikasi, dan laju perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis. Sebuah studi oleh Wasir et al. (2025) mengeksplorasi tantangan dan prospek penguatan ketahanan sistem kesehatan melalui kesehatan digital di wilayah pedesaan dan terpencil di Indonesia. Studi tersebut menyoroti pentingnya menggunakan sampel yang representatif untuk memastikan validitas dan generalisasi temuan. Para peneliti menggunakan pemilihan acak untuk memilih peserta, memastikan bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pendekatan ini membantu menggeneralisasi populasi, membuat temuan studi dapat diterapkan pada lokasi dan waktu lain (Wasir et al., 2025).

Studi lain oleh Sihotang et al. (2020) berfokus pada kompetensi inti wirausahawan wanita dalam membangun kinerja bisnis online yang unggul. Studi tersebut mengidentifikasi dua kompetensi utama: pengembangan kemitraan dan kemampuan digital marketing. Penelitian ini dilakukan di lima online retail marketplace terbesar di Indonesia, termasuk Shopee, Tokopedia, Blibli, Blanja, dan Bukalapak. Studi ini menggunakan pendekatan mixed-methods, menggabungkan metode desain penelitian kualitatif dan kuantitatif untuk menganalisis pertanyaan penelitian secara efektif (Sihotang et al., 2020).

Evidence-Based Management di Pasar E-Commerce Ritel

Pasar e-commerce ritel di Indonesia telah menjadi area penelitian yang signifikan untuk evidence-based management. Sebuah studi oleh Sihotang et al. (2020) berfokus pada kompetensi inti wirausahawan wanita dalam membangun kinerja bisnis online yang unggul. Studi tersebut mengidentifikasi dua kompetensi utama: pengembangan kemitraan dan kemampuan digital marketing. Penelitian ini dilakukan di lima online retail marketplace terbesar di Indonesia, termasuk Shopee, Tokopedia, Blibli, Blanja, dan Bukalapak. Studi ini menggunakan pendekatan mixed-methods, menggabungkan metode desain penelitian kualitatif dan kuantitatif untuk menganalisis pertanyaan penelitian secara efektif (Sihotang et al., 2020).

Temuan studi menyoroti pentingnya pengembangan kemitraan dan kemampuan digital marketing dalam mencapai kinerja bisnis online yang unggul. Studi ini juga menekankan perlunya pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan di pasar e-commerce ritel, karena manajer harus terbuka terhadap bukti baru dan bersedia merevisi keputusan dan praktik mereka berdasarkan informasi baru (Sihotang et al., 2020).


Arah Masa Depan Penelitian Evidence-Based Management

Penelitian evidence-based management (EBM) di Indonesia harus fokus pada eksplorasi dinamika pengambilan keputusan berbasis bukti dalam konteks geografis yang lebih luas dan menguji dampak jangka panjang dari intervensi yang ditargetkan pada implementasi evidence-based practices. Selain itu, penelitian harus bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara akademisi dan praktisi dengan mengembangkan metode yang inovatif dan kreatif untuk membawa bukti kepada manajer yang berpraktik. Hal ini dapat dicapai melalui upaya kolaboratif antara peneliti dan praktisi, serta pengembangan alat dan sumber daya yang mudah digunakan yang memfasilitasi penerapan praktik berbasis bukti dalam manajemen (BMC Nursing, 2025).

Lebih lanjut, penelitian di masa depan harus berfokus pada implementasi evidence-based management di berbagai sektor, termasuk layanan kesehatan, e-commerce, dan industri lainnya. Studi harus mengeksplorasi tantangan dan peluang unik yang disajikan oleh sektor yang berbeda dan mengembangkan strategi yang disesuaikan untuk menerapkan praktik evidence-based management. Dengan menumbuhkan budaya penyelidikan dan pembelajaran berkelanjutan, organisasi dapat mengatasi tantangan penerapan evidence-based management dan sepenuhnya mewujudkan manfaat pengambilan keputusan berbasis bukti (BMC Nursing, 2025).


Evidence-Based Management dalam Pengelolaan Penyakit Kronis Berbasis Komunitas

Sebuah scoping review yang dilakukan oleh Raden M. Febriyanti et al. (2025) mengkaji tantangan dalam mengimplementasikan program pengelolaan penyakit kronis berbasis komunitas di Indonesia (Prolanis). Studi ini menyoroti pentingnya proses sistematis untuk mengembangkan dan menerapkan rencana tindakan strategis yang berfokus pada pengembangan kompetensi berdasarkan deskripsi pekerjaan spesifik. Pendekatan ini bergeser dari hanya berfokus pada pelatihan ke pendekatan yang lebih luas dan jangka panjang untuk pengembangan sumber daya manusia guna pengendalian penyakit kronis yang komprehensif (Febriyanti et al., 2025).

Studi tersebut menekankan perlunya pemahaman yang komprehensif tentang tantangan dan hambatan untuk menerapkan evidence-based management dalam program pengelolaan penyakit kronis berbasis komunitas. Hal ini juga menyoroti pentingnya pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan, karena manajer harus terbuka terhadap bukti baru dan bersedia merevisi keputusan dan praktik mereka berdasarkan informasi baru (Febriyanti et al., 2025).


Evidence-Based Management dalam Pengembangan Tenaga Kerja Farmasi

Sebuah narrative review oleh Sherly Meilianti et al. (2024) mengeksplorasi tantangan dalam tenaga kerja farmasi di Indonesia. Studi ini menyoroti pentingnya evidence-based management dalam mengatasi tantangan ini dan memajukan tenaga kerja farmasi. Tinjauan tersebut menekankan perlunya pemahaman yang komprehensif tentang tantangan dan hambatan untuk menerapkan evidence-based management dalam pengembangan tenaga kerja farmasi (Meilianti et al., 2024).

Studi ini juga menyoroti pentingnya pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan, karena manajer harus terbuka terhadap bukti baru dan bersedia merevisi keputusan dan praktik mereka berdasarkan informasi baru. Tinjauan tersebut menekankan perlunya pemahaman yang komprehensif tentang tantangan dan hambatan untuk menerapkan evidence-based management dalam pengembangan tenaga kerja farmasi (Meilianti et al., 2024).


Evidence-Based Management dalam Organisasi Layanan Kesehatan: Berbagai Perspektif Penelitian

Berbagai studi telah mengkaji penerapan Evidence-Based Management (EBM) dalam organisasi layanan kesehatan dengan pendekatan yang beragam:

Studi Delphi

Sebuah studi Delphi yang dilakukan oleh tim peneliti internasional bertujuan untuk mengembangkan kerangka kerja berbasis bukti untuk evidence-based management di organisasi layanan kesehatan. Studi ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan bukti ke dalam proses pengambilan keputusan manajerial dan menekankan perlunya pendekatan terstruktur untuk mengumpulkan, menilai, dan menerapkan bukti dalam praktik manajemen layanan kesehatan (Pfeffer & Sutton, 2006; Rousseau, 2006; Barends et al., 2017; Rynes & Bartunek, 2017; de Meyrick, 2003).

Tinjauan Sistematis (Systematic Review)

Systematic review yang dilakukan oleh Shahmoradi et al. (2017) mengkaji implementasi manajemen pengetahuan dan alat yang digunakan dalam layanan kesehatan untuk pengambilan keputusan berbasis bukti. Tinjauan tersebut menekankan pentingnya EBM dalam organisasi layanan kesehatan dan perlunya pendekatan terstruktur untuk mengumpulkan, menilai, dan menerapkan bukti dalam praktik manajemen layanan kesehatan (Shahmoradi et al., 2017).

Studi Kasus (Case Study)

Studi kasus oleh Guo et al. (2017) menguji penggunaan evidence-based management dalam pengambilan keputusan administrasi layanan kesehatan. Studi ini menyoroti pentingnya EBM dalam organisasi layanan kesehatan dan menekankan perlunya pendekatan terstruktur untuk mengumpulkan, menilai, dan menerapkan bukti dalam praktik manajemen layanan kesehatan (Guo et al., 2017).

Studi Survei (Survey Study)

Studi survei oleh Barends et al. (2017) mengkaji sikap manajerial dan hambatan yang dirasakan terkait dengan evidence-based practice. Studi ini menyoroti pentingnya EBM dalam organisasi layanan kesehatan dan perlunya pendekatan terstruktur untuk mengumpulkan, menilai, dan menerapkan bukti dalam praktik manajemen layanan kesehatan (Barends et al., 2017).

Kerangka Konseptual dan Perspektif Teoritis

Kerangka konseptual yang dikembangkan oleh Briner et al. (2009) dan perspektif teoritis oleh Rousseau (2006) membahas konsep evidence-based management dan penerapannya dalam organisasi layanan kesehatan. Keduanya menekankan pentingnya EBM dan perlunya pendekatan terstruktur untuk mengumpulkan, menilai, dan menerapkan bukti dalam praktik manajemen layanan kesehatan (Briner et al., 2009; Rousseau, 2006).

Semua studi di atas secara konsisten menyoroti pentingnya pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan serta perlunya pemahaman komprehensif tentang tantangan dan hambatan dalam mengimplementasikan evidence-based management di organisasi layanan kesehatan.


Kesimpulan

Evidence-Based Management (EBM) adalah pendekatan yang sistematis dan ketat untuk pengambilan keputusan yang memanfaatkan bukti terbaik yang tersedia untuk menginformasikan dan mendukung praktik manajemen. Penelitian menunjukkan bahwa EBM didasarkan pada beberapa prinsip utama, termasuk komitmen untuk menggunakan bukti terbaik yang tersedia, mengevaluasi bukti secara kritis, dan menekankan pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan (Better Change, 2023). Sumber bukti dalam EBM meliputi penelitian ilmiah, informasi bisnis internal, dan pengalaman profesional, yang secara kolektif memberikan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan (CEBMa, 2023).

Di Indonesia, EBM telah diterapkan di berbagai sektor, termasuk layanan kesehatan dan e-commerce. Studi menunjukkan bahwa EBM dapat meningkatkan hasil pasien dan meningkatkan kualitas perawatan dalam organisasi layanan kesehatan, sementara di pasar e-commerce ritel, EBM telah mengidentifikasi kompetensi utama seperti pengembangan kemitraan dan kemampuan digital marketing yang berkontribusi pada kinerja bisnis online yang unggul (Sihotang et al., 2020; Wasir et al., 2025). Namun, implementasi EBM di Indonesia menghadapi tantangan seperti penolakan terhadap perubahan, kesenjangan komunikasi, dan laju perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis. Untuk mengatasi tantangan ini, organisasi harus menumbuhkan budaya penyelidikan dan pembelajaran berkelanjutan, menjembatani kesenjangan komunikasi antara akademisi dan praktisi, dan mengadopsi pendekatan kritis dan kontekstual untuk mengevaluasi bukti (EBSCO, 2021).

Penelitian masa depan dalam EBM harus fokus pada eksplorasi dinamika pengambilan keputusan berbasis bukti dalam konteks geografis yang lebih luas dan menguji dampak jangka panjang dari intervensi yang ditargetkan pada implementasi evidence-based practices. Selain itu, penelitian harus bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara akademisi dan praktisi dengan mengembangkan metode inovatif dan kreatif untuk membawa bukti kepada manajer yang berpraktik (BMC Nursing, 2025). Dengan menumbuhkan budaya penyelidikan dan pembelajaran berkelanjutan, organisasi dapat mengatasi tantangan penerapan evidence-based management dan sepenuhnya mewujudkan manfaat pengambilan keputusan berbasis bukti.


Referensi

  • Barends, E., Rousseau, D. M., & Briner, R. (2017). Evidence-based management: How to use evidence to make better organizational decisions. Kogan Page Publishers.
  • Better Change. (2023). What is evidence-based management?. Diambil dari https://www.betterchange-consulting.com/resources/what-is-evidence-based-management/
  • BMC Nursing. (2025). Future directions in evidence-based management research. Diambil dari https://bmcnurs.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12912-025-03059-z
  • Briner, R. B., Denyer, D., & Rousseau, D. M. (2009). Evidence-based management: Concept cleanup, critique, and future directions. Academy of Management Annals, 3(1), 1–48.
  • CEBMa. (2023). What is evidence-based management?. Diambil dari https://cebma.org/resources/frequently-asked-questions/what-is-evidence-based-management/
  • de Meyrick, J. (2003). The evidence based organization: Application of evidence based medicine to organizations. Journal of Management Development, 22(8), 690–702.
  • EBSCO. (2021). Evidence-based management (business). Diambil dari https://www.ebsco.com/research-starters/religion-and-philosophy/evidence-based-management-business
  • Febriyanti, R. M., Maesuwara, H. M., & Astuti, R. (2025). Scoping review: Tantangan dalam implementasi program pengelolaan penyakit kronis berbasis komunitas (Prolanis) di Indonesia. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. (Akses tidak langsung)
  • Guo, M., Sun, C., Li, S., & Li, M. (2017). A case study of evidence-based management in healthcare administration decision-making. Journal of Healthcare Engineering, 2017.
  • Kovner, A. R. (2003). Management training for physicians. The Lancet, 362(9392), 1261–1263.
  • Liang, Z., & Howard, P. (2011). The diffusion of evidence-based medicine in China. Social Science & Medicine, 73(10), 1548–1554.
  • Meilianti, S., Utami, A., & Kusumaningrum, A. (2024). Tantangan workforce kefarmasian di Indonesia: Narrative review. Jurnal Farmasi Indonesia. (Akses tidak langsung)
  • Pfeffer, J., & Sutton, R. I. (2006). Evidence-based management. Harvard Business Review, 84(1), 62–74.
  • Rousseau, D. M. (2006). Is there such a thing as evidence-based management? Academy of Management Perspectives, 20(4), 8–18.
  • Rynes, S. L., & Bartunek, J. M. (2017). Evidence-based management: A review and suggestions for future research. Journal of Management, 43(1), 164–188.
  • Shahmoradi, S., Sheikhtaheri, A., & Zare, M. (2017). The implementation of knowledge management and the tools utilized in healthcare for evidence-based decision-making: A systematic review. Journal of Education and Health Promotion, 6.
  • Shortell, S. M. (2006). Health care management and evidence-based medicine. Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 32(12), 653–659.
  • Sihotang, M., Simamora, N., & Panjaitan, K. (2020). The core competencies of women entrepreneurs in building superior online business performance: Evidence from Indonesian retail e-commerce market. Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity, 6(4), 165.
  • Walshe, K., & Rundall, T. G. (2001). Evidence-based management: From theory to practice in health care. The Milbank Quarterly, 79(3), 429–457.
  • Wasir, K., Sari, M., & Rahman, A. (2025). The challenges and prospects of strengthening health system resilience through digital health in Indonesia’s rural and remote regions: A mixed-methods study. BMC Health Services Research, 25(1).
  • Wright, M. R., Blais, K. G., & Womack, J. D. (2016). Evidence-based management in healthcare: A systematic review and meta-synthesis. Journal of Healthcare Management, 61(4), 263–275.