Faktor-Faktor Pemicu Peningkatan Tingkat Stres pada Ibu Bekerja di Indonesia
-
Robi Maulana - 28 May, 2024
Abstrak
Laporan ini mengkaji faktor-faktor multifaset yang berkontribusi pada meningkatnya tingkat stres di kalangan ibu bekerja di Indonesia. Dengan menggabungkan penelitian psikologi, sosiologi, ekonomi, dan dunia kerja, studi ini menyintesis temuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang tantangan yang dihadapi para ibu bekerja. Laporan ini menyoroti pemicu stres utama, termasuk ketidakseimbangan kehidupan kerja, ekspektasi masyarakat, tekanan ekonomi, dan sistem pendukung yang tidak memadai. Dengan mengintegrasikan wawasan dari berbagai cabang penelitian, analisis ini menawarkan perspektif bernuansa tentang masalah tersebut, menekankan perlunya intervensi sistemik dan tingkat kebijakan untuk mengurangi stres pada ibu bekerja di Indonesia.
1. Pendahuluan
Ibu bekerja di Indonesia menghadapi serangkaian tantangan unik yang berkontribusi pada meningkatnya tingkat stres. Tanggung jawab ganda antara karier dan kehidupan keluarga, yang diperparah oleh ekspektasi budaya dan tekanan ekonomi, menciptakan lingkungan stres yang kompleks. Laporan ini mengeksplorasi faktor-faktor utama yang berkontribusi pada stres di kalangan ibu bekerja, didukung oleh penelitian empiris dan data statistik.
2. Faktor-Faktor Utama Penyebab Stres pada Ibu Bekerja
2.1 Keseimbangan Kehidupan-Kerja dan Keterbatasan Waktu
Salah satu pemicu stres yang paling signifikan bagi ibu bekerja adalah perjuangan untuk mempertahankan keseimbangan kehidupan-kerja yang sehat. Penelitian menunjukkan bahwa ibu bekerja di Indonesia sering menghadapi jam kerja yang panjang, jadwal yang tidak fleksibel, dan dukungan pengasuhan anak yang terbatas, yang menyebabkan stres kronis (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2024).
- Jam Kerja yang Panjang: Banyak tempat kerja di Indonesia beroperasi dengan jadwal 9-ke-5 yang kaku, dengan fleksibilitas terbatas untuk tanggung jawab orang tua.
- Kurangnya Pilihan Remote Work: Hanya 30% perusahaan di Indonesia yang menawarkan remote work, memaksa para ibu untuk bolak-balik sambil mengelola tugas rumah tangga (World Bank, 2023).
- Tantangan Pengasuhan Anak: Pengasuhan anak yang terjangkau dan mudah diakses masih langka, dengan hanya 15% rumah tangga perkotaan yang memiliki akses ke tempat penitipan anak formal (UNICEF Indonesia, 2024).
2.2 Ekspektasi Masyarakat dan Budaya
Masyarakat Indonesia sering memaksakan peran gender tradisional, mengharapkan para ibu menjadi pengasuh utama sambil juga unggul dalam karier mereka. Ekspektasi ganda ini memperburuk tingkat stres (Suryani et al., 2023).
- Rasa Bersalah Ibu: Banyak ibu bekerja mengalami rasa bersalah karena tidak menghabiskan cukup waktu dengan anak-anak mereka, sebuah fenomena yang diperkuat oleh norma-norma masyarakat.
- Tekanan untuk Unggul di Tempat Kerja: Pemberi kerja mungkin secara implisit atau eksplisit mengharapkan para ibu untuk berkinerja pada tingkat yang sama dengan non-orang tua, yang menyebabkan burnout (Himpunan Psikologi Indonesia, 2024).
2.3 Tekanan Ekonomi dan Stres Finansial
Ketidakstabilan finansial adalah kontributor utama stres di kalangan ibu bekerja. Dengan meningkatnya biaya hidup dan terbatasnya pertumbuhan upah, banyak keluarga berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar (BPS Statistics Indonesia, 2024).
- Rumah Tangga Satu Pendapatan: Banyak keluarga mengandalkan satu pendapatan, yang meningkatkan stres finansial pada ibu bekerja.
- Kesenjangan Gaji Gender: Wanita di Indonesia mendapatkan 20% lebih sedikit dari pria secara rata-rata, semakin menekan keuangan rumah tangga (ILO, 2023).
2.4 Kurangnya Dukungan di Tempat Kerja
Para pemberi kerja di Indonesia sering gagal memberikan dukungan yang memadai bagi ibu bekerja, termasuk cuti melahirkan, fasilitas menyusui, dan pengaturan kerja yang fleksibel (OECD, 2024).
- Cuti Melahirkan yang Tidak Memadai: Kebijakan cuti melahirkan Indonesia berada di bawah standar internasional, dengan hanya 12 minggu cuti berbayar dibandingkan dengan rekomendasi ILO selama 14 minggu.
- Diskriminasi terhadap Ibu: Beberapa pemberi kerja mendiskriminasi ibu, khawatir akan berkurangnya produktivitas atau meningkatnya permintaan cuti (Human Rights Watch, 2024).
2.5 Stigma Kesehatan Mental dan Kurangnya Sistem Dukungan
Kesehatan mental tetap menjadi topik tabu di Indonesia, dengan banyak ibu bekerja enggan mencari bantuan karena stigma (Mental Health Indonesia, 2024).
- Layanan Konseling yang Terbatas: Hanya 10% tempat kerja di Indonesia yang menawarkan program dukungan kesehatan mental.
- Isolasi Sosial: Banyak ibu bekerja merasa terisolasi, kekurangan jaringan dukungan teman sebaya untuk mendiskusikan perjuangan mereka.
3. Rekomendasi Kebijakan dan Masyarakat
Untuk mengurangi stres pada ibu bekerja, Indonesia harus mengimplementasikan perubahan sistemik:
- Perluas Cuti Melahirkan dan Dukungan Orang Tua: Perpanjang cuti melahirkan menjadi 14 minggu dan perkenalkan cuti ayah untuk mendistribusikan tanggung jawab pengasuhan.
- Promosikan Pengaturan Kerja Fleksibel: Dorong remote work dan jam kerja fleksibel untuk membantu para ibu menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga.
- Perbaiki Infrastruktur Pengasuhan Anak: Tingkatkan pusat penitipan anak yang disubsidi pemerintah untuk membuat pengasuhan anak lebih mudah diakses.
- Perangi Diskriminasi di Tempat Kerja: Perkuat undang-undang ketenagakerjaan untuk melindungi ibu bekerja dari perlakuan tidak adil.
- Kurangi Stigma Kesehatan Mental: Luncurkan kampanye nasional untuk menormalkan diskusi kesehatan mental dan perluas layanan konseling di tempat kerja.
4. Kesimpulan
Meningkatnya tingkat stres pada ibu bekerja di Indonesia berasal dari kombinasi ketidakseimbangan kehidupan-kerja, tekanan masyarakat, kendala ekonomi, dan sistem pendukung yang tidak memadai. Mengatasi tantangan ini membutuhkan pendekatan multi-sisi, termasuk reformasi kebijakan, intervensi di tempat kerja, dan pergeseran sikap masyarakat terhadap ibu bekerja. Dengan mengimplementasikan perubahan ini, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi ibu bekerja, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas mereka.