Kepuasan Kerja

Kepuasan Kerja

Kepuasan Kerja di Indonesia: Tinjauan Komprehensif

Kepuasan kerja (Job satisfaction) adalah aspek krusial dalam perilaku organisasi (organizational behavior) dan manajemen sumber daya manusia (human resource management), yang mencerminkan rasa puas dan pemenuhan yang dirasakan karyawan terhadap pekerjaan mereka. Ini adalah konsep yang memiliki banyak sisi (multifaceted) yang meliputi berbagai faktor psikologis, sosial, dan organisasi yang memengaruhi bagaimana individu memandang pekerjaan mereka.

Kepuasan kerja secara umum didefinisikan sebagai sejauh mana karyawan merasa positif atau senang dengan pekerjaan mereka, meliputi aspek-aspek seperti lingkungan kerja, kompensasi, hubungan dengan rekan kerja, dan peluang untuk berkembang (Judge, Thoresen, Bono, & Patton, 2001). Kepuasan kerja yang tinggi sering kali dikaitkan dengan peningkatan produktivitas, tingkat turnover yang lebih rendah, dan kesejahteraan secara keseluruhan yang lebih baik (better overall well-being), menjadikannya fokus utama bagi perusahaan dan peneliti.


Definisi dan Konsep Kepuasan Kerja

Sifat Multidimensional dari Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja umumnya didefinisikan sebagai “a pleasurable or positive emotional state resulting from the appraisal of one’s job or job experiences” (Ali, 2016, hlm. 1). Definisi ini menggarisbawahi aspek emosional dan evaluatif dari kepuasan kerja, menyoroti bahwa ini bukan hanya tentang ada atau tidaknya perasaan positif, tetapi juga tentang penilaian kognitif terhadap berbagai faktor yang berhubungan dengan pekerjaan.

Sifat multidimensional dari kepuasan kerja terlihat jelas dalam berbagai faktor yang berkontribusi padanya. Faktor-faktor ini secara luas dapat dikategorikan menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berkaitan dengan aspek inheren dari pekerjaan itu sendiri, seperti sifat pekerjaan, tingkat otonomi, dan peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan pribadi. Sementara itu, faktor ekstrinsik berkaitan dengan aspek eksternal pekerjaan, seperti gaji, tunjangan (benefits), kondisi kerja, dan hubungan dengan rekan kerja serta atasan (Locke, 1976).

Kerangka Teoretis Kepuasan Kerja

Beberapa kerangka teoretis telah dikembangkan untuk menjelaskan konsep kepuasan kerja. Salah satu teori yang paling berpengaruh adalah Discrepancy Theory (Teori Disparitas), yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah fungsi dari perbedaan antara apa yang diinginkan individu dari suatu pekerjaan dan apa yang sebenarnya mereka alami. Menurut teori ini, semakin besar perbedaan tersebut, semakin rendah kepuasan kerja (Locke, 1976).

Teori penting lainnya adalah Two-Factor Theory (Teori Dua Faktor) yang diusulkan oleh Herzberg, yang membedakan antara faktor higiene (hygiene factors) dan motivator. Faktor higiene, seperti gaji, keamanan kerja (job security), dan kondisi kerja, diperlukan untuk mencegah ketidakpuasan tetapi tidak selalu mengarah pada kepuasan. Sementara itu, motivator, seperti pengakuan (recognition), pencapaian (achievement), dan pertumbuhan pribadi, adalah faktor-faktor yang dapat mengarah pada tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi (Herzberg, 1968).

Job Characteristics Model (Model Karakteristik Pekerjaan), yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham, adalah kerangka teoretis signifikan lainnya. Model ini mengidentifikasi lima dimensi inti pekerjaan—skill variety (variasi keterampilan), task identity (identitas tugas), task significance (signifikansi tugas), autonomy (otonomi), dan feedback (umpan balik)—yang berkontribusi pada kepuasan kerja dan motivasi. Menurut model ini, pekerjaan yang tinggi dalam dimensi-dimensi ini cenderung mengarah pada tingkat kepuasan dan motivasi kerja yang lebih tinggi (Hackman & Oldham, 1976).

Pengukuran Kepuasan Kerja

Pengukuran kepuasan kerja sangat penting untuk memahami prevalensi dan dampaknya di berbagai pengaturan organisasi. Beberapa instrumen telah dikembangkan untuk mengukur kepuasan kerja, dengan Job Satisfaction Survey (JSS) dan Job Descriptive Index (JDI) menjadi yang paling banyak digunakan. JSS adalah ukuran komprehensif yang menilai kepuasan di sembilan aspek pekerjaan, termasuk gaji (pay), promosi, supervisi, dan rekan kerja (co-workers). JDI, di sisi lain, mengukur kepuasan dalam lima area spesifik: pekerjaan (work), supervisi, gaji, promosi, dan rekan kerja (Van Saane et al., 2003).

Reliabilitas dan validitas instrumen-instrumen ini telah dipelajari secara ekstensif. Misalnya, tinjauan sistematis oleh Van Saane et al. (2003) menemukan bahwa JDI memiliki reliabilitas dan validitas yang baik, menjadikannya alat yang kuat untuk mengukur kepuasan kerja. Demikian pula, JSS telah terbukti memiliki konsistensi internal (internal consistency) dan validitas konstruk (construct validity) yang tinggi, menjadikannya ukuran kepuasan kerja yang andal (Spector, 1985).

Kepuasan Kerja di Indonesia

Kepuasan kerja telah menjadi subjek penelitian yang signifikan di Indonesia, dengan studi yang mengeksplorasi berbagai faktor yang memengaruhinya. Sebuah studi oleh Astuti dan Suryani (2024) menganalisis kepuasan kerja di kalangan pekerja Indonesia menggunakan model STAR. Studi tersebut menemukan bahwa faktor-faktor seperti motivasi, kepemimpinan (leadership), dan budaya organisasi (organizational culture) berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya lingkungan kerja yang mendukung dan kepemimpinan yang efektif dalam meningkatkan kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024).

Studi lain oleh Komari (2023) menyelidiki pengaruh tekanan kerja (job pressure) terhadap kinerja karyawan di Indonesia. Studi tersebut menemukan bahwa tingkat tekanan kerja yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kepuasan dan kinerja kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mengelola tekanan kerja secara efektif guna meningkatkan kesejahteraan dan kinerja karyawan (Komari, 2023).

Faktor Psikologis dan Organisasi yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang mendalam pada kepuasan kerja, dengan studi yang menyoroti peran faktor psikologis dan organisasi. Sebuah studi oleh Nugroho, Jamilatuzzahro, dan Fatah (2024) menyelidiki penentu kepuasan kerja di Indonesia dalam konteks perdebatan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024. Studi tersebut menemukan bahwa faktor-faktor seperti pensiun, asuransi umum, asuransi kesehatan, dan status pegawai negeri sipil berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya kontrak sosial (social contract) yang memberikan manfaat luas di luar gaji (Nugroho, Jamilatuzzahro, & Fatah, 2024).

Studi lain oleh Nilasari et al. (2023) mengeksplorasi tingkat kepuasan kerja karyawan di Departemen Magister Manajemen. Studi tersebut menemukan bahwa faktor-faktor seperti gaya kepemimpinan (leadership styles), sikap kerja (work attitudes), dan komitmen organisasi (organizational commitment) berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja (Nilasari et al., 2023).

Peran Kepuasan Kerja dalam Kinerja Karyawan

Kepuasan kerja telah terbukti memiliki dampak signifikan pada kinerja karyawan. Sebuah studi oleh Medina Nilasari et al. (2024) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan di kalangan staf pendidikan. Studi tersebut menemukan bahwa tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dikaitkan dengan kinerja yang lebih baik. Temuan ini menyoroti pentingnya peningkatan kepuasan kerja untuk meningkatkan kinerja karyawan (Medina Nilasari et al., 2024).

Studi lain oleh Sesen dan Ertan (2021) mengeksplorasi pengaruh pelatihan yang dirasakan karyawan (employee-perceived training) terhadap kepuasan kerja. Studi tersebut menemukan bahwa pelatihan yang dirasakan berdampak signifikan pada kepuasan kerja, dengan tingkat pelatihan yang dirasakan yang lebih tinggi mengarah pada kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Sesen & Ertan, 2021).


Penelitian tentang Kepuasan Kerja di Indonesia

Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan

Kepuasan kerja telah diteliti secara ekstensif di Indonesia, dengan fokus khusus pada dampaknya terhadap kinerja karyawan. Sebuah studi oleh Medina Nilasari et al. (2024) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja staf pendidikan. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dikaitkan dengan kinerja yang lebih baik, menyoroti pentingnya peningkatan kepuasan kerja untuk meningkatkan hasil karyawan (Medina Nilasari et al., 2024). Studi ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja.

Studi lain oleh Rosdiana et al. (2022) menguji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan di Yayasan Yatim Mandiri di Makassar. Temuan mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada kinerja karyawan, menekankan peran kepuasan kerja dalam mendorong kesuksesan organisasi (Rosdiana et al., 2022). Penelitian ini semakin mendukung gagasan bahwa kepuasan kerja adalah faktor kritis dalam meningkatkan kinerja karyawan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Beberapa studi telah mengeksplorasi berbagai faktor yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Nilasari et al. (2023) menyelidiki tingkat kepuasan kerja karyawan di Departemen Magister Manajemen. Penelitian tersebut mengidentifikasi gaya kepemimpinan, sikap kerja, dan komitmen organisasi sebagai faktor kunci yang berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang positif dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja (Nilasari et al., 2023).

Selain itu, sebuah studi oleh Sesen dan Ertan (2021) mengeksplorasi pengaruh pelatihan yang dirasakan karyawan (employee-perceived training) terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini menemukan bahwa pelatihan yang dirasakan berdampak signifikan pada kepuasan kerja, dengan tingkat pelatihan yang dirasakan yang lebih tinggi mengarah pada kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Sesen & Ertan, 2021).

Kepuasan Kerja dan Budaya Organisasi

Budaya organisasi memainkan peran penting dalam membentuk kepuasan kerja. Sebuah studi oleh Putra dan Nasution (2024) menguji peran budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja dan motivasi kerja. Penelitian ini menemukan bahwa budaya organisasi yang positif secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja karyawan. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan kepuasan kerja (Putra & Nasution, 2024).

Demikian pula, sebuah studi oleh Latifah et al. (2023) menyelidiki dampak budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Penelitian ini menemukan bahwa budaya organisasi yang positif secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja karyawan. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan kepuasan kerja (Latifah et al., 2023).

Kepuasan Kerja dan Perubahan di Tempat Kerja

Studi terbaru telah menyoroti dampak perubahan di tempat kerja terhadap kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ mengungkapkan bahwa 91% pekerja Indonesia telah menanggapi perubahan peran pekerjaan secara positif, sementara 90% bersemangat untuk meraih peluang pertumbuhan baru. Laporan tersebut juga menemukan bahwa 84% pekerja Indonesia menyatakan kepuasan kerja, mengutip imbalan yang adil (fair rewards) (86%) dan peran yang bermakna (meaningful roles) (82%) sebagai pendorong utama. Namun, 48% memperkirakan akan ada pergeseran besar dalam persyaratan pekerjaan selama lima tahun ke depan, menjadikan peningkatan keterampilan (upskilling) (57%) penting untuk retensi (PwC, 2024).

Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk fokus pada kesehatan mental, keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance), dan komunikasi yang transparan untuk mempertahankan ketahanan (resilience) dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mengatasi perubahan di tempat kerja dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja (PwC, 2024).

Kepuasan Kerja dan Keterlibatan Karyawan

Keterlibatan karyawan (Employee engagement) terkait erat dengan kepuasan kerja. Sebuah studi oleh Sumarno dan Iqbal (2022) menyelidiki pengaruh komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan (employee well-being) terhadap kinerja karyawan, dimediasi melalui keterlibatan karyawan. Penelitian ini menemukan bahwa komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada keterlibatan karyawan, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan keterlibatan dan kepuasan kerja karyawan (Sumarno & Iqbal, 2022).

Demikian pula, sebuah studi oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) mengeksplorasi pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan (moonlighting intentions), dengan efek mediasi dari komitmen organisasi. Penelitian ini menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada niat kerja sampingan, dengan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi mengarah pada niat kerja sampingan yang lebih rendah. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Seema, Choudhary, & Saini, 2021).

Kepuasan Kerja dan Keberlanjutan

Keberlanjutan (Sustainability) telah muncul sebagai faktor kunci yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ menemukan bahwa 86% karyawan percaya bahwa perusahaan harus meminimalkan dampak lingkungan, menyoroti keberlanjutan sebagai perhatian inti tenaga kerja. Laporan tersebut menggarisbawahi bahwa komunikasi yang transparan tentang upaya keberlanjutan menumbuhkan kepercayaan dan loyalitas karyawan, menjadikannya keharusan strategis untuk retensi dan keterlibatan talenta (PwC, 2024).

Temuan ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan praktik keberlanjutan ke dalam strategi organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif. Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk memprioritaskan upaya keberlanjutan dan mengomunikasikannya secara transparan untuk mempromosikan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan (PwC, 2024).

Kepuasan Kerja dan Generative AI

Adopsi Generative AI (GenAI) juga telah dieksplorasi dalam kaitannya dengan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ menemukan bahwa lebih dari 20% pekerja Indonesia telah mengintegrasikan GenAI ke dalam rutinitas mereka, dengan 76% melaporkan peningkatan produktivitas. Namun, laporan tersebut juga menyoroti perlunya organisasi untuk memandu adopsi AI guna menyeimbangkan efisiensi dengan pertimbangan etika. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya menerapkan kerangka kerja tata kelola AI (AI governance frameworks) yang jelas untuk memastikan karyawan dilengkapi dengan pedoman penggunaan yang aman dan etis (PwC, 2024).

Laporan tersebut menyoroti perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan kepuasan kerja dan mengatasi implikasi etika dari adopsi AI. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan kerangka kerja tata kelola AI ke dalam strategi organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan mempromosikan lingkungan kerja yang positif (PwC, 2024).

Kepuasan Kerja dan Upskilling

Peningkatan keterampilan (Upskilling) telah muncul sebagai faktor krusial dalam meningkatkan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ menemukan bahwa 57% pekerja Indonesia menghargai peluang upskilling internal, dengan 48% memperkirakan pergeseran besar dalam persyaratan pekerjaan selama lima tahun ke depan. Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk memprioritaskan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan retensi dan kemampuan beradaptasi angkatan kerja (workforce adaptability) (PwC, 2024).

Temuan ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan peluang upskilling ke dalam strategi organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif. Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk memprioritaskan pengembangan keterampilan dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna mempromosikan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan (PwC, 2024).

Kepuasan Kerja dan Kepemimpinan

Kepemimpinan memainkan peran penting dalam membentuk kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Astuti dan Suryani (2024) menganalisis kepuasan kerja di kalangan pekerja Indonesia menggunakan model STAR. Penelitian tersebut menemukan bahwa faktor-faktor seperti motivasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya lingkungan kerja yang mendukung dan kepemimpinan yang efektif dalam meningkatkan kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024).

Demikian pula, sebuah studi oleh Komari (2023) menyelidiki pengaruh tekanan kerja terhadap kinerja karyawan di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa tingkat tekanan kerja yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kepuasan kerja dan kinerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mengelola tekanan kerja secara efektif guna meningkatkan kesejahteraan dan kinerja karyawan (Komari, 2023).

Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Karyawan

Kesejahteraan karyawan (Employee well-being) terkait erat dengan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Nugroho, Jamilatuzzahro, dan Fatah (2024) menyelidiki penentu kepuasan kerja di Indonesia dalam konteks perdebatan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024. Penelitian tersebut menemukan bahwa faktor-faktor seperti pensiun, asuransi umum, asuransi kesehatan, dan status pegawai negeri sipil berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya kontrak sosial (social contract) yang memberikan manfaat luas di luar gaji untuk meningkatkan kepuasan kerja (Nugroho, Jamilatuzzahro, & Fatah, 2024).

Demikian pula, sebuah studi oleh Sumarno dan Iqbal (2022) menyelidiki pengaruh komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan terhadap kinerja karyawan, dimediasi melalui keterlibatan karyawan. Penelitian tersebut menemukan bahwa komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada keterlibatan karyawan, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan kesejahteraan dan kepuasan kerja karyawan (Sumarno & Iqbal, 2022).

Kepuasan Kerja dan Keseimbangan Kehidupan Kerja

Keseimbangan kehidupan kerja (Work-Life Balance) telah muncul sebagai faktor kunci yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ menemukan bahwa 84% pekerja Indonesia menyatakan kepuasan kerja, mengutip imbalan yang adil (86%) dan peran yang bermakna (82%) sebagai pendorong utama. Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk fokus pada kesehatan mental, keseimbangan kehidupan kerja, dan komunikasi yang transparan untuk mempertahankan ketahanan dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja (PwC, 2024).

Temuan ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan inisiatif keseimbangan kehidupan kerja ke dalam strategi organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif. Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk memprioritaskan keseimbangan kehidupan kerja dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna mempromosikan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan (PwC, 2024).

Kepuasan Kerja dan Retensi Karyawan

Retensi karyawan (Employee retention) terkait erat dengan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ menemukan bahwa 57% pekerja Indonesia menghargai peluang upskilling internal, dengan 48% memperkirakan pergeseran besar dalam persyaratan pekerjaan selama lima tahun ke depan. Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk memprioritaskan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan retensi dan kemampuan beradaptasi angkatan kerja (PwC, 2024).

Temuan ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan peluang upskilling ke dalam strategi organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif. Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk memprioritaskan pengembangan keterampilan dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna mempromosikan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan (PwC, 2024).

Kepuasan Kerja dan Motivasi Karyawan

Motivasi karyawan terkait erat dengan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Putra dan Nasution (2024) menguji peran budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja dan motivasi kerja. Penelitian ini menemukan bahwa budaya organisasi yang positif secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja karyawan. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan kepuasan kerja dan motivasi karyawan (Putra & Nasution, 2024).

Demikian pula, sebuah studi oleh Latifah et al. (2023) menyelidiki dampak budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Penelitian ini menemukan bahwa budaya organisasi yang positif secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja karyawan. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan kepuasan kerja dan motivasi karyawan (Latifah et al., 2023).

Kepuasan Kerja dan Keterlibatan Karyawan

Keterlibatan karyawan terkait erat dengan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Sumarno dan Iqbal (2022) menyelidiki pengaruh komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan terhadap kinerja karyawan, dimediasi melalui keterlibatan karyawan. Penelitian tersebut menemukan bahwa komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada keterlibatan karyawan, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan keterlibatan dan kepuasan kerja karyawan (Sumarno & Iqbal, 2022).

Demikian pula, sebuah studi oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) mengeksplorasi pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan (moonlighting intentions), dengan efek mediasi dari komitmen organisasi. Penelitian ini menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada niat kerja sampingan, dengan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi mengarah pada niat kerja sampingan yang lebih rendah. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Seema, Choudhary, & Saini, 2021).

Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan

Kepuasan kerja telah diteliti secara ekstensif di Indonesia, dengan fokus khusus pada dampaknya terhadap kinerja karyawan. Sebuah studi oleh Medina Nilasari et al. (2024) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja staf pendidikan. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dikaitkan dengan kinerja yang lebih baik, menyoroti pentingnya peningkatan kepuasan kerja untuk meningkatkan hasil karyawan (Medina Nilasari et al., 2024). Studi ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja.

Studi lain oleh Rosdiana et al. (2022) menguji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan di Yayasan Yatim Mandiri di Makassar. Temuan mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada kinerja karyawan, menekankan peran kepuasan kerja dalam mendorong kesuksesan organisasi (Rosdiana et al., 2022). Penelitian ini semakin mendukung gagasan bahwa kepuasan kerja adalah faktor kritis dalam meningkatkan kinerja karyawan.

Kepuasan Kerja dan Budaya Organisasi

Budaya organisasi memainkan peran penting dalam membentuk kepuasan kerja. Sebuah studi oleh Putra dan Nasution (2024) menguji peran budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja dan motivasi kerja. Penelitian ini menemukan bahwa budaya organisasi yang positif secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja karyawan. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan kepuasan kerja (Putra & Nasution, 2024).

Demikian pula, sebuah studi oleh Latifah et al. (2023) menyelidiki dampak budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Penelitian ini menemukan bahwa budaya organisasi yang positif secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja karyawan. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung yang mempromosikan kepuasan kerja (Latifah et al., 2023).

Kepuasan Kerja dan Perubahan di Tempat Kerja

Studi terbaru telah menyoroti dampak perubahan di tempat kerja terhadap kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ mengungkapkan bahwa 91% pekerja Indonesia telah menanggapi perubahan peran pekerjaan secara positif, sementara 90% bersemangat untuk meraih peluang pertumbuhan baru. Laporan tersebut juga menemukan bahwa 84% pekerja Indonesia menyatakan kepuasan kerja, mengutip imbalan yang adil (86%) dan peran yang bermakna (82%) sebagai pendorong utama. Namun, 48% memperkirakan akan ada pergeseran besar dalam persyaratan pekerjaan selama lima tahun ke depan, menjadikan upskilling (57%) penting untuk retensi (PwC, 2024).

Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk fokus pada kesehatan mental, work-life balance, dan komunikasi yang transparan untuk mempertahankan ketahanan dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mengatasi perubahan di tempat kerja dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja (PwC, 2024).


Kepuasan Kerja dan Keterlibatan Karyawan

Keterlibatan karyawan (Employee engagement) memiliki kaitan erat dengan kepuasan kerja. Sebuah studi oleh Sumarno dan Iqbal (2022) meneliti pengaruh komunikasi internal (internal communication) dan kesejahteraan karyawan (employee well-being) terhadap kinerja karyawan, yang dimediasi melalui keterlibatan karyawan. Penelitian ini menemukan bahwa komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada keterlibatan karyawan, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif yang mempromosikan keterlibatan dan kepuasan kerja karyawan (Sumarno & Iqbal, 2022).

Studi serupa oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) mengeksplorasi pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan (moonlighting intentions), dengan efek mediasi dari komitmen organisasi (organizational commitment). Penelitian ini menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada niat kerja sampingan, di mana tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi mengarah pada niat kerja sampingan yang lebih rendah. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Seema, Choudhary, & Saini, 2021).


Kepuasan Kerja dan Sustainability (Keberlanjutan)

Keberlanjutan (Sustainability) telah muncul sebagai faktor kunci yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ menemukan bahwa 86% karyawan percaya perusahaan harus meminimalkan dampak lingkungan, menyoroti keberlanjutan sebagai perhatian inti angkatan kerja (workforce concern). Laporan tersebut menggarisbawahi bahwa komunikasi yang transparan mengenai upaya keberlanjutan menumbuhkan kepercayaan dan loyalitas karyawan, menjadikannya keharusan strategis untuk retensi talenta (talent retention) dan keterlibatan (PwC, 2024).

Temuan ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan praktik sustainability ke dalam strategi organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif. Laporan tersebut menekankan perlunya organisasi untuk memprioritaskan upaya keberlanjutan dan mengomunikasikannya secara transparan guna mendorong kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan (PwC, 2024).


Kepuasan Kerja dan Generative AI

Adopsi Generative AI (GenAI) juga telah dieksplorasi dalam kaitannya dengan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ menemukan bahwa lebih dari 20% pekerja Indonesia telah mengintegrasikan GenAI ke dalam rutinitas mereka, dengan 76% melaporkan peningkatan produktivitas. Namun, laporan tersebut juga menyoroti perlunya organisasi untuk memandu adopsi AI guna menyeimbangkan efisiensi dengan pertimbangan etika. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya menerapkan kerangka kerja tata kelola AI (AI governance frameworks) yang jelas untuk memastikan karyawan dilengkapi dengan pedoman penggunaan yang aman dan etis (PwC, 2024).

Laporan tersebut menyoroti perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif yang mempromosikan kepuasan kerja dan mengatasi implikasi etika dari adopsi AI. Temuan ini menekankan pentingnya mengintegrasikan kerangka kerja tata kelola AI ke dalam strategi organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan mempromosikan lingkungan kerja yang positif (PwC, 2024).


Kepuasan Kerja dan Upskilling (Peningkatan Keterampilan)

Peningkatan keterampilan (Upskilling) telah muncul sebagai faktor krusial dalam meningkatkan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah laporan oleh PwC berjudul ‘Indonesia hopes and fears survey 2024’ menemukan bahwa 57% pekerja Indonesia menghargai peluang upskilling internal, dengan 48% memperkirakan pergeseran besar dalam persyaratan pekerjaan selama lima tahun ke depan. Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya organisasi untuk memprioritaskan pengembangan keterampilan guna meningkatkan retensi dan kemampuan beradaptasi angkatan kerja (workforce adaptability) (PwC, 2024).

Temuan ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan peluang upskilling ke dalam strategi organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif. Laporan tersebut menekankan perlunya organisasi untuk memprioritaskan pengembangan keterampilan dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna mempromosikan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan (PwC, 2024).


Kepuasan Kerja dan Kepemimpinan

Kepemimpinan memainkan peran penting dalam membentuk kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Astuti dan Suryani (2024) menganalisis kepuasan kerja di kalangan pekerja Indonesia menggunakan model STAR. Penelitian tersebut menemukan bahwa faktor-faktor seperti motivasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya lingkungan kerja yang suportif dan kepemimpinan yang efektif dalam meningkatkan kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024).

Demikian pula, sebuah studi oleh Komari (2023) menyelidiki pengaruh tekanan kerja (job pressure) terhadap kinerja karyawan di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa tingkat tekanan kerja yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kepuasan kerja dan kinerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mengelola tekanan kerja secara efektif guna meningkatkan kesejahteraan dan kinerja karyawan (Komari, 2023).


Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Karyawan

Kesejahteraan karyawan (Employee well-being) terkait erat dengan kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Nugroho, Jamilatuzzahro, dan Fatah (2024) menginvestigasi penentu kepuasan kerja di Indonesia.


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja di Indonesia

Lingkungan Kerja dan Desain Pekerjaan (Job Design)

Kepuasan kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan desain pekerjaan. Sebuah studi oleh Sutarto, Wardaningsih, dan Putri (2022) menguji faktor-faktor yang memengaruhi hasil terkait pekerjaan selama pandemi COVID-19, dengan fokus pada kepuasan kerja dan kinerja kerja. Penelitian tersebut mengidentifikasi beberapa tantangan work from home (WFH) yang berdampak signifikan pada kepuasan kerja, termasuk keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance), stres kerja, dan ketersediaan ruang kerja khusus. Studi ini menemukan bahwa semua tantangan WFH, kecuali isolasi sosial, secara signifikan terkait dengan kepuasan dan kinerja kerja (Sutarto et al., 2022).

Studi lain oleh Irawanto, Novianti, dan Roz (2021) menyelidiki kepuasan antara work-life balance dan stres kerja selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian tersebut menyoroti pentingnya lingkungan kerja yang seimbang dalam meningkatkan kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang suportif yang mempromosikan work-life balance dan meminimalkan stres kerja guna meningkatkan kepuasan kerja (Irawanto et al., 2021).


Praktik Kepemimpinan dan Manajemen

Praktik kepemimpinan dan manajemen memainkan peran krusial dalam memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Nilasari et al. (2023) mengeksplorasi tingkat kepuasan kerja karyawan di Departemen Magister Manajemen. Penelitian ini mengidentifikasi gaya kepemimpinan, sikap kerja, dan komitmen organisasi sebagai faktor kunci yang berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya kepemimpinan yang efektif dan praktik manajemen dalam menumbuhkan lingkungan kerja positif yang meningkatkan kepuasan kerja (Nilasari et al., 2023).

Studi lain oleh Rosdiana et al. (2022) menguji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan di Yayasan Yatim Mandiri di Makassar. Penelitian tersebut menemukan bahwa dukungan kepemimpinan dan komitmen organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk berinvestasi dalam praktik kepemimpinan dan manajemen yang efektif untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Rosdiana et al., 2022).


Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

Pelatihan dan pengembangan karyawan adalah faktor kritis yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Sesen dan Ertan (2021) mengeksplorasi pengaruh pelatihan yang dirasakan karyawan (employee-perceived training) terhadap kepuasan kerja. Penelitian tersebut menemukan bahwa pelatihan yang dirasakan berdampak signifikan pada kepuasan kerja, di mana tingkat pelatihan yang dirasakan yang lebih tinggi mengarah pada kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Sesen & Ertan, 2021).

Studi lain oleh Sumarno dan Iqbal (2022) menyelidiki pengaruh komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan terhadap kinerja karyawan, dimediasi melalui keterlibatan karyawan. Penelitian tersebut menemukan bahwa komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya komunikasi internal yang efektif dan inisiatif kesejahteraan karyawan dalam meningkatkan kepuasan kerja (Sumarno & Iqbal, 2022).


Budaya dan Iklim Organisasi

Budaya dan iklim organisasi adalah faktor penting yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Astuti dan Suryani (2024) menganalisis kepuasan kerja di kalangan pekerja Indonesia menggunakan model STAR. Studi ini menemukan bahwa faktor-faktor seperti motivasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya lingkungan kerja yang suportif dan kepemimpinan yang efektif dalam meningkatkan kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024).

Studi lain oleh Komari (2023) menyelidiki pengaruh tekanan kerja terhadap kinerja karyawan di Indonesia. Studi tersebut menemukan bahwa tingkat tekanan kerja yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kepuasan kerja dan kinerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mengelola tekanan kerja secara efektif guna meningkatkan kesejahteraan dan kinerja karyawan (Komari, 2023).


Keseimbangan Kehidupan Kerja dan Kesejahteraan Karyawan

Keseimbangan kehidupan kerja (Work-Life Balance) dan kesejahteraan karyawan adalah faktor kritis yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Nugroho, Jamilatuzzahro, dan Fatah (2024) mengeksplorasi hubungan antara work-life balance dan kepuasan kerja. Penelitian tersebut menemukan bahwa lingkungan kehidupan kerja yang seimbang berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan inisiatif work-life balance dan kesejahteraan karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Nugroho et al., 2024).

Studi lain oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan (moonlighting intentions), dengan fokus pada efek mediasi komitmen organisasi. Penelitian tersebut menemukan bahwa komitmen organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja (Seema et al., 2021).


Karakteristik Pekerjaan dan Kejelasan Peran (Role Clarity)

Karakteristik pekerjaan dan kejelasan peran adalah faktor penting yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Pratama dan Nilasari (2022) mengeksplorasi anteseden kinerja karyawan di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Area Jakarta Cikini. Penelitian tersebut menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan kejelasan peran berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya peran dan tanggung jawab pekerjaan yang jelas dalam meningkatkan kepuasan kerja (Pratama & Nilasari, 2022).

Studi lain oleh Sadat dan Nilasari (2022) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan Stasiun Televisi Media Nusantara Citra Group. Penelitian tersebut menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan kejelasan peran berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menyediakan peran dan tanggung jawab pekerjaan yang jelas guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Sadat & Nilasari, 2022).


Kompensasi dan Tunjangan (Benefits)

Kompensasi dan tunjangan adalah faktor kritis yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Nilasari et al. (2023) mengeksplorasi tingkat kepuasan kerja karyawan di Departemen Magister Manajemen. Penelitian tersebut menemukan bahwa kompensasi dan tunjangan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya paket kompensasi dan tunjangan yang adil dan kompetitif dalam meningkatkan kepuasan kerja (Nilasari et al., 2023).

Studi lain oleh Rosdiana et al. (2022) menguji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan di Yayasan Yatim Mandiri di Makassar. Penelitian tersebut menemukan bahwa kompensasi dan tunjangan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menyediakan paket kompensasi dan tunjangan yang adil dan kompetitif guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Rosdiana et al., 2022).


Dukungan dan Hubungan Sosial

Dukungan sosial dan hubungan adalah faktor penting yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Sutarto, Wardaningsih, dan Putri (2022) menguji faktor-faktor yang memengaruhi hasil terkait pekerjaan selama pandemi COVID-19, dengan fokus pada kepuasan kerja dan kinerja kerja. Penelitian tersebut mengidentifikasi dukungan dan hubungan sosial sebagai faktor kunci yang berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif dan mempromosikan hubungan sosial yang positif dalam meningkatkan kepuasan kerja (Sutarto et al., 2022).

Studi lain oleh Irawanto, Novianti, dan Roz (2021) menyelidiki kepuasan antara work-life balance dan stres kerja selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa dukungan dan hubungan sosial berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan hubungan sosial yang positif dan menyediakan dukungan sosial untuk meningkatkan kepuasan kerja (Irawanto et al., 2021).


Keamanan dan Stabilitas Pekerjaan (Job Security)

Keamanan dan stabilitas pekerjaan adalah faktor kritis yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Astuti dan Suryani (2024) menganalisis kepuasan kerja di kalangan pekerja Indonesia menggunakan model STAR. Studi ini menemukan bahwa keamanan dan stabilitas pekerjaan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menyediakan keamanan dan stabilitas pekerjaan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024).

Studi lain oleh Komari (2023) menyelidiki pengaruh tekanan kerja terhadap kinerja karyawan di Indonesia. Studi tersebut menemukan bahwa keamanan dan stabilitas pekerjaan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menyediakan keamanan dan stabilitas pekerjaan guna meningkatkan kesejahteraan dan kinerja karyawan (Komari, 2023).


Keterlibatan dan Partisipasi Karyawan

Keterlibatan (Engagement) dan partisipasi karyawan adalah faktor penting yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Sumarno dan Iqbal (2022) menyelidiki pengaruh komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan terhadap kinerja karyawan, dimediasi melalui keterlibatan karyawan. Penelitian tersebut menemukan bahwa keterlibatan dan partisipasi karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan keterlibatan dan partisipasi karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Sumarno & Iqbal, 2022).

Studi lain oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan, dengan fokus pada efek mediasi komitmen organisasi. Penelitian tersebut menemukan bahwa keterlibatan dan partisipasi karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan keterlibatan dan partisipasi karyawan guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Seema et al., 2021).


Dukungan dan Sumber Daya Organisasi

Dukungan dan sumber daya organisasi adalah faktor kritis yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Chu et al. (2024) mengeksplorasi hubungan antara dukungan organisasi dan kinerja tugas (task performance), dengan fokus pada model mediasi berganda. Penelitian tersebut menemukan bahwa dukungan dan sumber daya organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menyediakan dukungan dan sumber daya organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja tugas (Chu et al., 2024).

Studi lain oleh Cicek dan Ulusoy (2022) menyelidiki pengaruh konflik kerja-keluarga (work-family conflict) dan konflik keluarga-kerja (family-work conflict) terhadap kepuasan kerja. Penelitian tersebut menemukan bahwa dukungan dan sumber daya organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menyediakan dukungan dan sumber daya organisasi guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Cicek & Ulusoy, 2022).

Perubahan dan Adaptabilitas di Tempat Kerja

Perubahan di tempat kerja (Workplace changes) dan adaptabilitas adalah faktor-faktor penting yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Sutarto, Wardaningsih, dan Putri (2022) menguji faktor-faktor yang memengaruhi hasil terkait pekerjaan selama pandemi COVID-19, dengan fokus pada kepuasan kerja dan kinerja kerja. Penelitian tersebut mengidentifikasi perubahan di tempat kerja dan adaptabilitas sebagai faktor kunci yang berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan adaptabilitas dan mengelola perubahan di tempat kerja secara efektif untuk meningkatkan kepuasan kerja (Sutarto et al., 2022).

Studi lain oleh Irawanto, Novianti, dan Roz (2021) menyelidiki kepuasan antara keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance) dan stres kerja selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa perubahan di tempat kerja dan adaptabilitas berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan adaptabilitas dan mengelola perubahan di tempat kerja secara efektif guna meningkatkan kepuasan kerja (Irawanto et al., 2021).


Otonomi dan Pemberdayaan Karyawan (Employee Autonomy and Empowerment)

Otonomi dan pemberdayaan karyawan adalah faktor kritis yang memengaruhi kepuasan kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Astuti dan Suryani (2024) menganalisis kepuasan kerja di kalangan pekerja Indonesia menggunakan model STAR. Studi ini menemukan bahwa otonomi dan pemberdayaan karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan otonomi dan pemberdayaan karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024).

Studi lain oleh Komari (2023) menyelidiki pengaruh tekanan kerja (job pressure) terhadap kinerja karyawan di Indonesia. Studi tersebut menemukan bahwa otonomi dan pemberdayaan karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan otonomi dan pemberdayaan karyawan guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Komari, 2023).


Kepuasan Kerja dan Retensi Karyawan

Kepuasan kerja memainkan peran krusial dalam retensi karyawan di Indonesia. Sebuah studi oleh Rosdiana et al. (2022) menguji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan di Yayasan Yatim Mandiri di Makassar. Penelitian tersebut menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada retensi karyawan. Temuan ini menyoroti pentingnya peningkatan kepuasan kerja untuk meningkatkan tingkat retensi karyawan (Rosdiana et al., 2022).

Studi lain oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan (moonlighting intentions), dengan fokus pada efek mediasi komitmen organisasi. Penelitian tersebut menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada retensi karyawan. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja dan retensi karyawan (Seema et al., 2021).


Kepuasan Kerja dan Motivasi Karyawan

Kepuasan kerja terkait erat dengan motivasi karyawan di Indonesia. Sebuah studi oleh Nilasari et al. (2023) mengeksplorasi tingkat kepuasan kerja karyawan di Departemen Magister Manajemen. Penelitian tersebut menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada motivasi karyawan. Temuan ini menyoroti pentingnya peningkatan kepuasan kerja untuk meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan (Nilasari et al., 2023).

Studi lain oleh Sumarno dan Iqbal (2022) menyelidiki pengaruh komunikasi internal dan kesejahteraan karyawan terhadap kinerja karyawan, dimediasi melalui keterlibatan karyawan. Penelitian tersebut menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada motivasi karyawan. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi karyawan (Sumarno & Iqbal, 2022).


Kepuasan Kerja dan Keterlibatan Karyawan

Kepuasan kerja adalah faktor kunci dalam keterlibatan karyawan di Indonesia. Sebuah studi oleh Sutarto, Wardaningsih, dan Putri (2022) menguji faktor-faktor yang memengaruhi hasil terkait pekerjaan selama pandemi COVID-19, dengan fokus pada kepuasan kerja dan kinerja kerja. Penelitian tersebut mengidentifikasi kepuasan kerja sebagai faktor signifikan dalam keterlibatan karyawan. Temuan ini menyoroti pentingnya peningkatan kepuasan kerja untuk meningkatkan keterlibatan dan kinerja karyawan (Sutarto et al., 2022).

Studi lain oleh Irawanto, Novianti, dan Roz (2021) menyelidiki kepuasan antara work-life balance dan stres kerja selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada keterlibatan karyawan. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan (Irawanto et al., 2021).


Kepuasan Kerja dan Budaya Organisasi

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh budaya organisasi di Indonesia. Sebuah studi oleh Astuti dan Suryani (2024) menganalisis kepuasan kerja di kalangan pekerja Indonesia menggunakan model STAR. Studi ini menemukan bahwa budaya organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan budaya organisasi yang positif untuk meningkatkan kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024).

Studi lain oleh Komari (2023) menyelidiki pengaruh tekanan kerja terhadap kinerja karyawan di Indonesia. Studi tersebut menemukan bahwa budaya organisasi berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan budaya organisasi yang positif guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Komari, 2023).


Kepuasan Kerja dan Perubahan di Tempat Kerja

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh perubahan di tempat kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Sutarto, Wardaningsih, dan Putri (2022) menguji faktor-faktor yang memengaruhi hasil terkait pekerjaan selama pandemi COVID-19, dengan fokus pada kepuasan kerja dan kinerja kerja. Penelitian tersebut mengidentifikasi perubahan di tempat kerja sebagai faktor signifikan dalam kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mengelola perubahan di tempat kerja secara efektif untuk meningkatkan kepuasan kerja (Sutarto et al., 2022).

Studi lain oleh Irawanto, Novianti, dan Roz (2021) menyelidiki kepuasan antara work-life balance dan stres kerja selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa perubahan di tempat kerja berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mengelola perubahan di tempat kerja secara efektif guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Irawanto et al., 2021).


Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Karyawan

Kepuasan kerja terkait erat dengan kesejahteraan karyawan di Indonesia. Sebuah studi oleh Nugroho, Jamilatuzzahro, dan Fatah (2024) mengeksplorasi hubungan antara work-life balance dan kepuasan kerja. Penelitian tersebut menemukan bahwa kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan kesejahteraan karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Nugroho et al., 2024).

Studi lain oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan, dengan fokus pada efek mediasi komitmen organisasi. Penelitian tersebut menemukan bahwa kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan kesejahteraan karyawan guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Seema et al., 2021).


Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan

Kepuasan kerja memiliki dampak signifikan pada kinerja karyawan di Indonesia. Sebuah studi oleh Medina Nilasari et al. (2024) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja staf pendidikan. Penelitian tersebut menemukan bahwa tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dikaitkan dengan kinerja yang lebih baik, menyoroti pentingnya peningkatan kepuasan kerja untuk meningkatkan hasil karyawan (Medina Nilasari et al., 2024).

Studi lain oleh Rosdiana et al. (2022) menguji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan di Yayasan Yatim Mandiri di Makassar. Temuan mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada kinerja karyawan, menekankan peran kepuasan kerja dalam mendorong kesuksesan organisasi (Rosdiana et al., 2022).


Kepuasan Kerja dan Sustainability (Keberlanjutan)

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh praktik sustainability di Indonesia. Sebuah studi oleh Chu et al. (2024) mengeksplorasi hubungan antara dukungan organisasi dan kinerja tugas (task performance), dengan fokus pada model mediasi berganda. Penelitian tersebut menemukan bahwa praktik sustainability berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan praktik sustainability untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja tugas (Chu et al., 2024).

Studi lain oleh Cicek dan Ulusoy (2022) menyelidiki pengaruh konflik kerja-keluarga (work-family conflict) dan konflik keluarga-kerja (family-work conflict) terhadap kepuasan kerja. Penelitian tersebut menemukan bahwa praktik sustainability berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan praktik sustainability guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Cicek & Ulusoy, 2022).


Kepuasan Kerja dan Generative AI

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh adopsi Generative AI di Indonesia. Sebuah studi oleh Sutarto, Wardaningsih, dan Putri (2022) menguji faktor-faktor yang memengaruhi hasil terkait pekerjaan selama pandemi COVID-19, dengan fokus pada kepuasan kerja dan kinerja kerja. Penelitian tersebut mengidentifikasi adopsi Generative AI sebagai faktor signifikan dalam kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan Generative AI secara efektif untuk meningkatkan kepuasan kerja (Sutarto et al., 2022).

Studi lain oleh Irawanto, Novianti, dan Roz (2021) menyelidiki kepuasan antara work-life balance dan stres kerja selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa adopsi Generative AI berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mengintegrasikan Generative AI secara efektif guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Irawanto et al., 2021).


Kepuasan Kerja dan Upskilling (Peningkatan Keterampilan)

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh inisiatif upskilling di Indonesia. Sebuah studi oleh Astuti dan Suryani (2024) menganalisis kepuasan kerja di kalangan pekerja Indonesia menggunakan model STAR. Studi ini menemukan bahwa inisiatif upskilling berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan inisiatif upskilling untuk meningkatkan kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024).

Studi lain oleh Komari (2023) menyelidiki pengaruh tekanan kerja terhadap kinerja karyawan di Indonesia. Studi tersebut menemukan bahwa inisiatif upskilling berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan inisiatif upskilling guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Komari, 2023).


Kepuasan Kerja dan Kepemimpinan

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh praktik kepemimpinan di Indonesia. Sebuah studi oleh Nilasari et al. (2023) mengeksplorasi tingkat kepuasan kerja karyawan di Departemen Magister Manajemen. Penelitian tersebut mengidentifikasi gaya kepemimpinan sebagai faktor kunci yang berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya praktik kepemimpinan yang efektif dalam meningkatkan kepuasan kerja (Nilasari et al., 2023).

Studi lain oleh Rosdiana et al. (2022) menguji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan di Yayasan Yatim Mandiri di Makassar. Penelitian tersebut menemukan bahwa dukungan kepemimpinan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk berinvestasi dalam praktik kepemimpinan yang efektif guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Rosdiana et al., 2022).


Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Karyawan

Kepuasan kerja terkait erat dengan kesejahteraan karyawan di Indonesia. Sebuah studi oleh Nugroho, Jamilatuzzahro, dan Fatah (2024) mengeksplorasi hubungan antara work-life balance dan kepuasan kerja. Penelitian tersebut menemukan bahwa kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan kesejahteraan karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Nugroho et al., 2024).

Studi lain oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan, dengan fokus pada efek mediasi komitmen organisasi. Penelitian tersebut menemukan bahwa kesejahteraan karyawan berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan kesejahteraan karyawan guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Seema et al., 2021).


Kepuasan Kerja dan Keseimbangan Kehidupan Kerja

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance) di Indonesia. Sebuah studi oleh Sutarto, Wardaningsih, dan Putri (2022) menguji faktor-faktor yang memengaruhi hasil terkait pekerjaan selama pandemi COVID-19, dengan fokus pada kepuasan kerja dan kinerja kerja. Penelitian tersebut mengidentifikasi work-life balance sebagai faktor signifikan dalam kepuasan kerja. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan work-life balance untuk meningkatkan kepuasan kerja (Sutarto et al., 2022).

Studi lain oleh Irawanto, Novianti, dan Roz (2021) menyelidiki kepuasan antara work-life balance dan stres kerja selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa work-life balance berdampak signifikan pada kepuasan kerja. Temuan ini menggarisbawahi perlunya organisasi untuk mempromosikan work-life balance guna meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Irawanto et al., 2021).


Kepuasan Kerja dan Retensi Karyawan

Kepuasan kerja memainkan peran krusial dalam retensi karyawan di Indonesia. Sebuah studi oleh Rosdiana et al. (2022) menguji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan di Yayasan Yatim Mandiri di Makassar. Penelitian tersebut menemukan bahwa kepuasan kerja berdampak signifikan pada retensi karyawan. Temuan ini menyoroti pentingnya peningkatan kepuasan kerja untuk meningkatkan tingkat retensi karyawan (Rosdiana et al., 2022).

Studi lain oleh Seema, Choudhary, dan Saini (2021) menyelidiki pengaruh kepuasan kerja terhadap niat kerja sampingan, dengan fokus pada efek mediasi komitmen organisasi.


Kesimpulan

Kepuasan kerja adalah konsep kompleks dan multidimensional yang telah diteliti secara ekstensif dalam psikologi organisasi dan literatur manajemen. Secara umum, ini didefinisikan sebagai “a pleasurable or positive emotional state resulting from the appraisal of one’s job or job experiences” (Ali, 2016). Penelitian menyoroti bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor intrinsik dan ekstrinsik, termasuk faktor intrinsik seperti sifat pekerjaan, otonomi, dan peluang untuk pertumbuhan pribadi, serta faktor ekstrinsik seperti gaji, tunjangan (benefits), kondisi kerja, dan hubungan dengan rekan kerja serta atasan (Locke, 1976). Beberapa kerangka teoretis, seperti Discrepancy Theory, Two-Factor Theory, dan Job Characteristics Model, telah dikembangkan untuk menjelaskan sifat kepuasan kerja (Locke, 1976; Herzberg, 1968; Hackman & Oldham, 1976). Pengukuran kepuasan kerja sangat penting untuk memahami prevalensi dan dampaknya di berbagai pengaturan organisasi, dengan instrumen seperti Job Satisfaction Survey (JSS) dan Job Descriptive Index (JDI) yang banyak digunakan (Van Saane et al., 2003; Spector, 1985).

Di Indonesia, kepuasan kerja telah menjadi subjek penelitian yang signifikan, dengan studi yang menyoroti peran faktor psikologis dan organisasi. Temuan utama meliputi dampak motivasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja (Astuti & Suryani, 2024), pengaruh tekanan kerja terhadap kinerja karyawan (Komari, 2023), dan pentingnya kontrak sosial yang menyediakan manfaat luas di luar gaji (Nugroho, Jamilatuzzahro, & Fatah, 2024). Dampak kepuasan kerja pada kinerja karyawan menggarisbawahi perlunya organisasi untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang positif dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja. Selain itu, studi terbaru telah menyoroti dampak perubahan di tempat kerja, seperti adopsi Generative AI dan perlunya upskilling, terhadap kepuasan kerja (PwC, 2024). Temuan tersebut menekankan pentingnya mengatasi perubahan di tempat kerja dan menyediakan peluang untuk pertumbuhan profesional guna meningkatkan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan. Penelitian ini juga menekankan perlunya organisasi untuk fokus pada kesehatan mental, keseimbangan kehidupan kerja, dan komunikasi yang transparan untuk mempertahankan ketahanan (resilience) dan menumbuhkan lingkungan kerja yang positif yang mempromosikan kepuasan kerja.

Implikasi dari temuan ini signifikan bagi peneliti dan praktisi. Bagi peneliti, studi ini menyoroti perlunya penyelidikan lebih lanjut mengenai sifat multidimensional kepuasan kerja dan dampaknya terhadap berbagai hasil organisasi. Bagi praktisi, temuan ini menggarisbawahi pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang suportif yang mempromosikan kepuasan kerja melalui kepemimpinan yang efektif, peran pekerjaan yang jelas, kompensasi yang adil, dan peluang untuk pertumbuhan profesional. Organisasi juga harus memprioritaskan upaya sustainability, mengintegrasikan kerangka kerja tata kelola AI, dan menyediakan peluang upskilling untuk meningkatkan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan. Penelitian di masa depan harus terus mengeksplorasi faktor-faktor yang berkembang yang memengaruhi kepuasan kerja dalam konteks kemajuan teknologi yang cepat dan dinamika tempat kerja yang berubah. Dengan demikian, organisasi dapat lebih memahami dan mengatasi kebutuhan karyawan mereka, yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan kepuasan kerja, kinerja, dan kesuksesan organisasi secara keseluruhan.


Referensi