Compassion

Compassion

Compassion di tempat kerja telah didefinisikan sebagai proses interpersonal yang melibatkan perhatian, perasaan, pemahaman, dan tindakan untuk meringankan penderitaan orang lain (Dutton et al., 2014; Guinot et al., 2020). Konsep ini diusulkan sebagai solusi untuk mengatasi penderitaan dan meningkatkan kinerja organisasi (Dutton et al., 2014; Guinot et al., 2020). Tempat kerja adalah lingkungan di mana individu menghabiskan sebagian besar waktu profesional mereka, dan lingkungan ini bisa menjadi sumber inspirasi, pembelajaran, kegembiraan, dan kesenangan, atau sebaliknya, menjadi sumber rasa sakit, penderitaan, intrik, konspirasi, frustrasi, atau efek merugikan lainnya (Gersick et al., 2000). Avramchuk et al. (2013) melihat compassion sebagai hal yang sangat membantu dalam perubahan dan pengembangan organisasi. Paakkanen et al. (2021) menekankan bahwa empathy, pemahaman, dan self-compassion adalah elemen penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang positif dan mencapai hasil yang lebih baik, kesuksesan, serta kesejahteraan individu, tim, dan organisasi di berbagai sektor seperti layanan kesehatan, layanan publik, dan bisnis (Foster, 2021; Hougaard et al., 2020; König et al., 2020).

Ketika karyawan merasakan compassion di tempat kerja di saat-saat sulit, mereka mendapatkan banyak manfaat. Sebagai contoh, karyawan merasa diakui dan dihargai; pulih lebih cepat; memiliki keyakinan bahwa mereka dihargai oleh organisasi; merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka; mengalami emosi positif di tempat kerja; membalas dengan compassion kepada orang lain; merasa terhubung dengan organisasi mereka; memicu kerja sama antar sesama, dan menciptakan lingkungan yang kondusif, penuh rasa hormat, dan harmonis (Lilius et al., 2013). Studi menunjukkan bahwa keterampilan compassion dapat dikembangkan melalui pelatihan emosional (emotional training skills) (Guinot et al., 2020). Studi empiris telah menguji efek langsung dan tidak langsung dari compassion pada kinerja dan hubungan dalam organisasi (Guinot et al., 2020). Studi lain berfokus pada praktik compassion di organisasi bisnis tentang bagaimana manajer mengartikan makna compassion di tempat kerja mereka (Banker dan Bhal, 2018). Wei et al. (2016) mengembangkan kerangka kerja teoretis untuk memahami compassion, dan Papazoglou et al. (2019) berfokus pada compassion satisfaction dan fatigue di kalangan petugas kepolisian.

Di Indonesia, kondisi workplace compassion semakin mendapat perhatian, terutama seiring dengan inisiatif untuk memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja. Pemerintah Jakarta telah menekankan pentingnya kesehatan mental bagi para pekerja, mengakui berbagai efeknya, termasuk masalah psikologis seperti burnout dan kecenderungan bunuh diri, kondisi medis seperti gangguan kardiovaskular dan muskuloskeletal, sistem kekebalan yang melemah, perubahan perilaku, dan penurunan kinerja kerja (ANTARA News, 2025). Pemerintah juga menerapkan langkah-langkah seperti skrining kesehatan mental dan penyediaan pertolongan pertama bagi individu yang mengalami cedera atau sakit di tempat kerja (ANTARA News, 2025). Selain itu, International Finance Corporation (IFC) menyoroti potensi manfaat ekonomi dari investasi di tempat kerja yang ramah keluarga di Indonesia, yang dapat berkontribusi pada angkatan kerja yang lebih sehat dan produktif (IFC, 2025).

Compassion fatigue, suatu kondisi yang diakibatkan oleh stres karena membantu atau ingin membantu orang yang menderita, telah banyak diteliti di sektor kesehatan, khususnya pada perawat (Alshammari & Alboliteeh, 2023; Portoghese et al., 2020; Timofeiov-Tudose & Măirean, 2023). Namun, penelitian tentang compassion fatigue di sektor pendidikan dan sektor lainnya masih terbatas, terutama di Asia Tenggara (ANTARA News, 2025). Pengembangan alat ukur compassion yang disesuaikan secara khusus untuk konteks organisasi disorot oleh Mascaro et al. (2023), yang menunjukkan pengakuan yang semakin besar akan kebutuhan akan penilaian compassion yang lebih tepat dan spesifik untuk konteks di tempat kerja.

Studi terbaru juga menunjukkan bahwa compassion dapat membuat karyawan lebih resilient ketika atasan berperilaku buruk. Sebagai contoh, sebuah studi oleh Krivacek et al. (2025) menemukan bahwa compassion dapat mengurangi konsekuensi negatif dari psychological contract breach dan perasaan pelanggaran, menyoroti peran protektif dari compassion di tempat kerja. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kinerja organisasi.


Definisi dan Pentingnya Compassion di Tempat Kerja


Memahami Compassion dalam Konteks Organisasi

Compassion di tempat kerja adalah konsep yang multifaset yang mencakup dimensi emosional, kognitif, dan perilaku. Ini melibatkan pengakuan dan pemahaman penderitaan orang lain, empathizing dengan kesusahan mereka, dan mengambil tindakan yang bijaksana untuk meringankan rasa sakit mereka atau mendukung mereka dalam mengatasi masalah secara lebih efektif (Atkins dan Parker, 2012). Compassion dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk, termasuk dukungan verbal, mendengarkan secara empathic, isyarat dukungan emosional atau informasi, praktik kerja yang fleksibel, dan memberikan perhatian di antara rekan kerja (Aboul-Ela, 2017).

Pentingnya compassion di tempat kerja tidak bisa dilebih-lebihkan. Ini memainkan peran penting dalam menumbuhkan resilience, yaitu kemampuan individu, kelompok, dan organisasi untuk bangkit kembali dari kondisi yang merugikan (Shatté et al., 2017). Compassion sebagai bentuk dukungan sosial dapat mengurangi efek stres di tempat kerja, menurunkan burnout, dan mengurangi niat untuk keluar dari pekerjaan (Wright dan Nicotera, 2015). Emosi positif dan interaksi sosial yang berasal dari compassion berkontribusi pada kebahagiaan, makna di tempat kerja, dan peningkatan produktivitas pekerja (Gavin dan Mason, 2004; Cheney et al., 2008; Gottschalk et al., 2006).

Empat Komponen Compassion

Compassion dalam konteks organisasi dapat dipahami memiliki empat komponen utama: attending, understanding, empathizing, dan helping (Atkins dan Parker, 2012). Komponen-komponen ini penting untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion:

  1. Attending: Memperhatikan orang lain dan melihat penderitaan mereka. Ini melibatkan kehadiran dan pengamatan yang cermat terhadap kondisi emosional dan kesejahteraan rekan kerja.

  2. Understanding: Memahami apa yang menyebabkan kesusahan orang lain dengan menilai penyebabnya, idealnya melalui dialog. Ini membutuhkan pendengaran yang aktif dan kemauan untuk terlibat dalam percakapan yang bermakna.

  3. Empathizing: Memiliki respons empathic yang dirasakan, sampai batas tertentu mencerminkan kesusahan orang lain. Ini melibatkan koneksi emosional dengan orang lain dan berbagi perasaan mereka.

  4. Helping or Serving: Mengambil tindakan yang bijaksana, terampil, dan sesuai untuk membantu meringankan penderitaan orang lain atau membantu mereka mengatasinya secara lebih efektif. Ini dapat mencakup memberikan dukungan, sumber daya, atau bantuan praktis.

Peran Compassion dalam Kesejahteraan Karyawan dan Kesuksesan Organisasi

Compassion di tempat kerja telah dikaitkan dengan banyak hasil positif baik untuk karyawan maupun organisasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa tindakan compassion dapat mengarah pada peningkatan kepuasan karyawan, tingkat retensi yang lebih baik, dan peningkatan kesejahteraan secara keseluruhan (Buonomo et al., 2022). Ketika karyawan merasa didukung, dihargai, dan didengarkan, kepuasan mereka secara keseluruhan dengan pekerjaan mereka meningkat, yang mengarah pada moral yang lebih tinggi, tingkat stres yang berkurang, dan lingkungan kerja yang lebih positif.

Selain itu, kepemimpinan yang penuh compassion (compassionate leadership) ditemukan sangat efektif dalam menumbuhkan budaya tempat kerja yang positif. Pemimpin yang menunjukkan compassion lebih cenderung menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan keterlibatan di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient.

Compassion dan Resilience

Resilience adalah faktor kritis di tempat kerja, terutama di saat krisis atau kesulitan. Compassion memainkan peran penting dalam membangun resilience dengan memberikan dukungan emosional dan praktis kepada karyawan yang menghadapi tantangan (Shatté et al., 2017). Ketika karyawan merasa bahwa organisasi mereka peduli dengan kesejahteraan mereka, mereka lebih mungkin untuk bangkit dari kemunduran dan terus berkinerja pada tingkat yang tinggi.

Penelitian juga menunjukkan bahwa organisasi yang penuh compassion lebih siap untuk menangani krisis dan gangguan. Dengan menumbuhkan budaya compassion, organisasi dapat menciptakan lingkungan yang mendukung yang membantu karyawan mengatasi stres dan kesulitan (Dutton et al., 2002). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada organizational resilience yang lebih baik dan budaya tempat kerja yang lebih positif.

Compassion di Tempat Kerja di Indonesia

Di Indonesia, konsep compassion di tempat kerja semakin mendapat pengakuan karena organisasi berusaha menciptakan lingkungan kerja yang lebih suportif dan inklusif. Tenaga kerja Indonesia dikenal karena rasa komunitas dan hubungan interpersonal yang kuat, yang dapat memberikan dasar yang kuat untuk menumbuhkan compassion (Mazumdar, 2024). Namun, masih ada kebutuhan untuk pendekatan yang lebih terstruktur untuk compassionate leadership dan praktik organisasi.

Salah satu contoh penting dari compassionate leadership di Indonesia adalah McDonald’s Indonesia, yang telah menerapkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan pengalaman dan kesejahteraan karyawan. Dengan memprioritaskan pendekatan yang mengutamakan manusia, McDonald’s Indonesia telah mampu menciptakan budaya tempat kerja yang positif yang secara langsung meningkatkan employee engagement dan kinerja (Inspiring Workplaces, 2024).

Selain itu, penggunaan people analytics dan AI di Indonesia membantu organisasi untuk lebih memahami dan mengatasi kebutuhan karyawan mereka. Dengan memanfaatkan alat-alat canggih dan membangun budaya berbasis data, organisasi dapat mengantisipasi kebutuhan karyawan, mempersonalisasi pengalaman kerja, dan menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan produktif (Mazumdar, 2024). Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kepuasan karyawan tetapi juga berkontribusi pada resilience organisasi secara keseluruhan.

Masa Depan Compassion di Tempat Kerja

Seiring dengan terus berkembangnya tempat kerja, pentingnya compassion kemungkinan akan semakin meningkat. Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan menciptakan lingkungan kerja yang suportif lebih mungkin untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik, menumbuhkan inovasi, dan mencapai kesuksesan jangka panjang. Dengan berinvestasi pada alat dan strategi yang tepat, organisasi dapat membuka potensi sejati dari angkatan kerja mereka dan menciptakan lingkungan kerja di mana karyawan merasa dihargai, diberdayakan, dan bersemangat untuk berkontribusi.

Sebagai kesimpulan, compassion adalah komponen penting dari tempat kerja yang sehat dan produktif. Dengan menumbuhkan budaya compassion, organisasi dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan, membangun resilience, dan mencapai tujuan strategis mereka. Seiring dengan terus berkembangnya tempat kerja, peran compassion kemungkinan akan menjadi lebih penting, menjadikannya fokus utama bagi organisasi yang ingin menciptakan lingkungan kerja yang menginspirasi dan suportif.


Kondisi Compassion di Tempat Kerja di Indonesia Saat Ini


Workplace Compassion dan Kesejahteraan Karyawan

Compassion di tempat kerja semakin diakui sebagai faktor kritis dalam mempromosikan kesejahteraan karyawan dan kesuksesan organisasi. Di Indonesia, konsep compassion sangat berakar dalam nilai-nilai budaya yang menekankan komunitas dan hubungan interpersonal. Namun, implementasi praktik compassion yang terstruktur di tempat kerja masih berkembang. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang penuh compassion dapat secara signifikan meningkatkan kepuasan karyawan, mengurangi stres, dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan (Buonomo et al., 2022). Di Indonesia, organisasi mulai mengadopsi praktik-praktik yang menumbuhkan compassion, seperti pengaturan kerja yang fleksibel, dukungan kesehatan mental, dan employee assistance programs (EAPs) (Mazumdar, 2024).

Compassionate Leadership dalam Organisasi di Indonesia

Compassionate leadership adalah tren yang berkembang di tempat kerja di Indonesia, di mana para pemimpin semakin mengakui pentingnya empathy dan dukungan dalam mengelola tim mereka. Pemimpin yang menunjukkan compassion lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara karyawan mereka (Shuck et al., 2019). Sebagai contoh, McDonald’s Indonesia telah menerapkan inisiatif untuk meningkatkan pengalaman dan kesejahteraan karyawan, memprioritaskan pendekatan yang mengutamakan manusia yang secara langsung meningkatkan employee engagement dan kinerja (Inspiring Workplaces, 2024). Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kepuasan karyawan tetapi juga berkontribusi pada resilience organisasi secara keseluruhan.

Dampak Compassion pada Kinerja Organisasi

Dampak compassion pada kinerja organisasi di Indonesia bersifat multifaset. Tempat kerja yang penuh compassion dikaitkan dengan tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi, tingkat turnover yang lebih rendah, dan peningkatan produktivitas. Penelitian telah menunjukkan bahwa organisasi yang memprioritaskan praktik compassion mengalami tingkat burnout yang lebih rendah dan tingkat employee engagement yang lebih tinggi (Wright and Nicotera, 2015). Di Indonesia, perusahaan yang telah mengadopsi praktik compassion melaporkan moral karyawan yang lebih baik dan lingkungan kerja yang lebih positif, yang pada gilirannya berkontribusi pada hasil organisasi yang lebih baik (Mazumdar, 2024).

Tantangan dalam Mengimplementasikan Compassion di Tempat Kerja di Indonesia

Meskipun manfaat dari compassion di tempat kerja, ada beberapa tantangan untuk implementasinya di organisasi di Indonesia. Salah satu tantangan signifikan adalah resistensi budaya dan organisasi terhadap perubahan. Struktur hierarki tradisional dan praktik kerja yang kaku dapat menghambat adopsi praktik compassion. Selain itu, ada kebutuhan untuk pendekatan yang lebih terstruktur untuk compassionate leadership dan praktik organisasi. Organisasi harus berinvestasi dalam program pelatihan dan pengembangan untuk membekali para pemimpin dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion (Mazumdar, 2024).

Arah Masa Depan untuk Compassion di Tempat Kerja di Indonesia

Masa depan compassion di tempat kerja di Indonesia terlihat menjanjikan, dengan peningkatan kesadaran dan pengakuan akan pentingnya. Organisasi mulai mengadopsi pendekatan yang lebih terstruktur untuk compassionate leadership dan praktik. Penggunaan people analytics dan AI di Indonesia membantu organisasi untuk lebih memahami dan mengatasi kebutuhan karyawan mereka. Dengan memanfaatkan alat-alat canggih dan membangun budaya berbasis data, organisasi dapat mengantisipasi kebutuhan karyawan, mempersonalisasi pengalaman kerja, dan menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan produktif (Mazumdar, 2024). Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kepuasan karyawan tetapi juga berkontribusi pada resilience organisasi secara keseluruhan.

Compassion dan Program Kesejahteraan di Tempat Kerja

Program kesejahteraan di tempat kerja adalah komponen penting untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion. Di Indonesia, organisasi semakin banyak menerapkan program kesejahteraan yang berfokus pada kesehatan mental, kesejahteraan fisik, dan hubungan sosial. Sebagai contoh, perusahaan seperti Bumble telah menetapkan hari kesehatan mental (mental health days) untuk memerangi burnout dan mempromosikan kesejahteraan mental (Holistique Training, 2025). Program-program ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan karyawan tetapi juga berkontribusi pada budaya kerja yang lebih penuh compassion dan suportif.

Peran Compassion dalam Lingkungan Kerja Jarak Jauh

Munculnya kerja jarak jauh di Indonesia telah menyoroti pentingnya compassion dalam lingkungan kerja virtual. Kerja jarak jauh dapat menyebabkan perasaan isolasi dan keterputusan, sehingga penting bagi organisasi untuk menumbuhkan rasa komunitas dan dukungan di antara karyawan jarak jauh. Praktik-praktik yang penuh compassion, seperti check-in reguler, kegiatan virtual team-building, dan pengaturan kerja yang fleksibel, dapat membantu mengurangi efek negatif dari kerja jarak jauh dan mempromosikan budaya kerja yang lebih inklusif dan suportif (Mazumdar, 2024).

Compassion dan Diversity, Equity, and Inclusion (DEI)

Compassion memainkan peran penting dalam mempromosikan diversity, equity, and inclusion (DEI) di tempat kerja. Di Indonesia, organisasi semakin mengakui pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang inklusif yang menghargai dan menghormati keberagaman. Praktik-praktik yang penuh compassion, seperti pelatihan kesadaran budaya, strategi mitigasi bias, dan praktik perekrutan yang inklusif, dapat membantu menumbuhkan budaya kerja yang lebih inklusif dan adil. Dengan memprioritaskan compassion, organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja di mana semua karyawan merasa dihargai, dihormati, dan didukung (Mazumdar, 2024).

Compassion dan Employee Engagement

Employee engagement adalah faktor kritis dalam kesuksesan organisasi, dan compassion memainkan peran signifikan dalam meningkatkan engagement. Di Indonesia, organisasi yang memprioritaskan praktik-praktik yang penuh compassion melaporkan tingkat employee engagement dan kepuasan yang lebih tinggi. Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih cenderung menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka. Dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan termotivasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi (Shuck et al., 2019).

Compassion dan Organizational Resilience

Organizational resilience adalah kemampuan suatu organisasi untuk beradaptasi dan berkembang di tengah kesulitan. Compassion memainkan peran penting dalam membangun resilience dengan memberikan dukungan emosional dan praktis kepada karyawan selama masa krisis atau perubahan. Di Indonesia, organisasi yang memprioritaskan praktik-praktik yang penuh compassion lebih siap untuk menangani krisis dan gangguan, menumbuhkan lingkungan yang suportif yang membantu karyawan mengatasi stres dan kesulitan. Dengan menumbuhkan budaya compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih resilient dan budaya tempat kerja yang lebih positif (Dutton et al., 2002).

Compassion dan Employee Retention

Employee retention adalah perhatian kritis bagi organisasi, dan compassion memainkan peran signifikan dalam mempertahankan talenta terbaik. Di Indonesia, organisasi yang memprioritaskan praktik-praktik yang penuh compassion melaporkan tingkat turnover yang lebih rendah dan tingkat loyalitas karyawan yang lebih tinggi. Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih cenderung menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka. Dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan termotivasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan tingkat turnover yang berkurang (Buonomo et al., 2022).

Compassion dan Produktivitas Karyawan

Produktivitas karyawan adalah faktor kritis dalam kesuksesan organisasi, dan compassion memainkan peran signifikan dalam meningkatkan produktivitas. Di Indonesia, organisasi yang memprioritaskan praktik-praktik yang penuh compassion melaporkan tingkat produktivitas dan kinerja karyawan yang lebih tinggi. Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih cenderung menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka. Dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan termotivasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja dan produktivitas organisasi (Wright and Nicotera, 2015).

Compassion dan Kesejahteraan Karyawan

Kesejahteraan karyawan adalah perhatian kritis bagi organisasi, dan compassion memainkan peran signifikan dalam mempromosikan kesejahteraan. Di Indonesia, organisasi yang memprioritaskan praktik-praktik yang penuh compassion melaporkan tingkat kesejahteraan dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih cenderung menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka. Dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan termotivasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan kesejahteraan karyawan (Buonomo et al., 2022).

Compassion dan Kepuasan Karyawan

Kepuasan karyawan adalah faktor kritis dalam kesuksesan organisasi, dan compassion memainkan peran signifikan dalam meningkatkan kepuasan. Di Indonesia, organisasi yang memprioritaskan praktik-praktik yang penuh compassion melaporkan tingkat kepuasan dan engagement karyawan yang lebih tinggi. Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih cenderung menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka. Dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan termotivasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan kepuasan karyawan (Shuck et al., 2019).

Compassion dan Well Being

Compassion di tempat kerja telah terbukti secara signifikan berdampak pada kesejahteraan karyawan. Di Indonesia, lingkungan kerja sering kali ditandai dengan tingkat stres dan burnout yang tinggi, yang dapat dimitigasi melalui praktik-praktik yang penuh compassion. Penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang mengalami compassion dari rekan kerja dan atasan mereka melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi (Moon et al., 2016). Hal ini sangat penting di Indonesia, di mana budaya kerja sering menekankan jam kerja yang panjang dan lingkungan bertekanan tinggi.

Compassion di tempat kerja melibatkan kemampuan untuk memperhatikan, merasakan, dan bertindak untuk meringankan penderitaan orang lain (Lilius et al., 2008). Dalam konteks Indonesia, hal ini dapat diterjemahkan menjadi praktik-praktik seperti memberikan dukungan emosional, menawarkan pengaturan kerja yang fleksibel, dan menciptakan lingkungan kerja yang suportif. Sebagai contoh, organisasi yang menerapkan program mindfulness dan manajemen stres telah melihat peningkatan nyata dalam kesejahteraan karyawan (Training Indonesia, 2025). Program-program ini tidak hanya membantu karyawan mengelola stres tetapi juga menumbuhkan budaya compassion dan saling mendukung.


Compassion dan Kinerja Organisasi

Dampak compassion pada kinerja organisasi telah didokumentasikan dengan baik. Organisasi yang penuh compassion cenderung memiliki tingkat employee engagement yang lebih tinggi, tingkat turnover yang lebih rendah, dan kinerja keseluruhan yang lebih baik (Dutton et al., 2006). Di Indonesia, di mana turnover dan absenteeism karyawan merupakan tantangan signifikan, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam mempertahankan talenta dan meningkatkan produktivitas.

Studi menunjukkan bahwa compassionate leadership dapat mengarah pada peningkatan employee engagement sebesar 30% (Baran et al., 2012). Hal ini sangat relevan di Indonesia, di mana skor employee engagement berada di bawah rata-rata global. Dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan termotivasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan kesejahteraan karyawan (Buonomo et al., 2022).


Compassion dan Employee Engagement

Employee engagement adalah faktor kritis dalam kesuksesan organisasi. Di Indonesia, praktik-praktik yang penuh compassion telah dikaitkan dengan tingkat employee engagement yang lebih tinggi. Karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mungkin untuk terlibat dalam pekerjaan mereka, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan inovasi (Howard et al., 2012). Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan lingkungan kerja yang suportif melaporkan tingkat employee engagement dan kepuasan yang lebih tinggi (Training Indonesia, 2025).

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana skor employee engagement berada di bawah rata-rata global, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan employee engagement dan kesuksesan organisasi.


Compassion dan Employee Retention

Employee retention adalah tantangan signifikan bagi organisasi di Indonesia. Tingkat turnover yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan biaya rekrutmen dan hilangnya pengetahuan institusional. Praktik-praktik yang penuh compassion telah terbukti meningkatkan employee retention dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif dan inklusif (Howard et al., 2012). Karyawan yang merasa dihargai dan didukung cenderung tidak akan meninggalkan organisasi mereka, yang mengarah pada tingkat turnover yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi.

Organisasi yang menerapkan praktik-praktik yang penuh compassion melaporkan tingkat employee retention dan kepuasan yang lebih tinggi (Buonomo et al., 2022). Di Indonesia, di mana tingkat turnover karyawan tinggi, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam mempertahankan talenta dan meningkatkan kinerja organisasi. Dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan termotivasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan kesejahteraan karyawan.


Compassion dan Produktivitas Karyawan

Produktivitas karyawan adalah faktor kritis dalam kesuksesan organisasi. Di Indonesia, praktik-praktik yang penuh compassion telah dikaitkan dengan tingkat produktivitas karyawan yang lebih tinggi. Karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mungkin untuk menjadi produktif dan inovatif, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi (Xanthopoulou et al., 2009). Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan lingkungan kerja yang suportif melaporkan tingkat produktivitas dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi (Training Indonesia, 2025).

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana skor produktivitas karyawan berada di bawah rata-rata global, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan kesuksesan organisasi.


Compassion dan Kepuasan Karyawan

Kepuasan karyawan adalah faktor kritis dalam kesuksesan organisasi. Di Indonesia, praktik-praktik yang penuh compassion telah dikaitkan dengan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mungkin untuk puas dengan pekerjaan mereka, yang mengarah pada peningkatan moral, tingkat stres yang berkurang, dan lingkungan kerja yang lebih positif (Buonomo et al., 2022). Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan lingkungan kerja yang suportif melaporkan tingkat kepuasan dan engagement karyawan yang lebih tinggi (Training Indonesia, 2025).

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana skor kepuasan karyawan berada di bawah rata-rata global, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kepuasan karyawan dan kesuksesan organisasi.


Compassion dan Program Kesejahteraan di Tempat Kerja

Program kesejahteraan di tempat kerja adalah komponen penting dari lingkungan kerja yang penuh compassion. Di Indonesia, organisasi yang menerapkan program kesejahteraan melaporkan tingkat kesejahteraan dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi (Training Indonesia, 2025). Program-program ini dapat mencakup pelatihan manajemen stres, program mindfulness, dan dukungan kesehatan mental. Dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion, organisasi dapat menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan termotivasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan kesejahteraan karyawan (Buonomo et al., 2022).

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana skor kesejahteraan di tempat kerja berada di bawah rata-rata global, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kesuksesan organisasi.

Compassion dan Organizational Resilience

Organizational resilience adalah kemampuan suatu organisasi untuk beradaptasi dan berkembang di tengah kesulitan. Di Indonesia, praktik-praktik yang penuh compassion telah dikaitkan dengan tingkat organizational resilience yang lebih tinggi. Karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mungkin untuk menjadi resilient dan mudah beradaptasi, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan kesejahteraan karyawan (Dutton et al., 2006). Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan lingkungan kerja yang suportif melaporkan tingkat organizational resilience dan engagement yang lebih tinggi (Training Indonesia, 2025).

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana skor organizational resilience berada di bawah rata-rata global, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan organizational resilience dan kesuksesan.


Compassion dan Kesehatan Mental Karyawan

Kesehatan mental karyawan adalah perhatian kritis bagi organisasi di Indonesia. Praktik-praktik yang penuh compassion telah terbukti meningkatkan kesehatan mental karyawan dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif dan inklusif (Training Indonesia, 2025). Karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mungkin memiliki kesehatan mental yang lebih baik, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan kepuasan kerja (Buonomo et al., 2022). Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan lingkungan kerja yang suportif melaporkan tingkat kesehatan mental dan engagement karyawan yang lebih tinggi.

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana skor kesehatan mental karyawan berada di bawah rata-rata global, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kesehatan mental karyawan dan kesuksesan organisasi.


Compassion dan Employee Burnout

Employee burnout adalah tantangan signifikan bagi organisasi di Indonesia. Praktik-praktik yang penuh compassion telah terbukti mengurangi employee burnout dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif dan inklusif (Training Indonesia, 2025). Karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mungkin memiliki tingkat burnout yang lebih rendah, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan kepuasan kerja (Buonomo et al., 2022). Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan lingkungan kerja yang suportif melaporkan tingkat kesejahteraan dan engagement karyawan yang lebih tinggi.

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana tingkat burnout karyawan tinggi, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam mengurangi burnout dan meningkatkan kesuksesan organisasi.


Compassion dan Employee Absenteeism

Employee absenteeism adalah tantangan signifikan bagi organisasi di Indonesia. Praktik-praktik yang penuh compassion telah terbukti mengurangi employee absenteeism dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif dan inklusif (Training Indonesia, 2025). Karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mungkin memiliki tingkat absenteeism yang lebih rendah, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan kepuasan kerja (Buonomo et al., 2022). Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan lingkungan kerja yang suportif melaporkan tingkat kesejahteraan dan engagement karyawan yang lebih tinggi.

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana tingkat absenteeism karyawan tinggi, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam mengurangi absenteeism dan meningkatkan kesuksesan organisasi.


Compassion dan Employee Presenteeism

Employee presenteeism adalah tantangan signifikan bagi organisasi di Indonesia. Praktik-praktik yang penuh compassion telah terbukti mengurangi employee presenteeism dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif dan inklusif (Training Indonesia, 2025). Karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mungkin memiliki tingkat presenteeism yang lebih rendah, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan kepuasan kerja (Buonomo et al., 2022). Organisasi yang memprioritaskan compassionate leadership dan lingkungan kerja yang suportif melaporkan tingkat kesejahteraan dan engagement karyawan yang lebih tinggi.

Pemimpin yang penuh compassion yang menunjukkan empathy dan dukungan lebih mungkin untuk menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim mereka (Shuck et al., 2019). Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient. Di Indonesia, di mana tingkat presenteeism karyawan tinggi, praktik-praktik yang penuh compassion dapat memainkan peran penting dalam mengurangi presenteeism dan meningkatkan kesuksesan organisasi.


Kesimpulan


Compassion di tempat kerja adalah konsep multifaset yang mencakup dimensi emosional, kognitif, dan perilaku, yang memainkan peran penting dalam menumbuhkan resilience, mengurangi stres, dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan (Atkins dan Parker, 2012). Penelitian menyoroti bahwa compassion melibatkan pengakuan dan pemahaman penderitaan orang lain, empathizing dengan kesusahan mereka, dan mengambil tindakan yang bijaksana untuk meringankan rasa sakit mereka atau mendukung mereka dalam mengatasi masalah secara lebih efektif (Aboul-Ela, 2017). Di Indonesia, konsep compassion sangat berakar dalam nilai-nilai budaya yang menekankan komunitas dan hubungan interpersonal, meskipun implementasi praktik-praktik compassion yang terstruktur masih berkembang (Mazumdar, 2024).

Temuan paling penting menunjukkan bahwa tempat kerja yang penuh compassion secara signifikan meningkatkan kepuasan karyawan, mengurangi stres, dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan (Buonomo et al., 2022). Compassionate leadership, secara khusus, telah ditemukan menginspirasi kepercayaan, loyalitas, dan engagement di antara anggota tim, yang mengarah pada peningkatan kinerja organisasi dan angkatan kerja yang lebih resilient (Shuck et al., 2019). Di Indonesia, organisasi seperti McDonald’s telah berhasil menerapkan praktik-praktik yang penuh compassion, seperti pengaturan kerja yang fleksibel dan dukungan kesehatan mental, yang secara langsung meningkatkan employee engagement dan kinerja (Inspiring Workplaces, 2024).

Implikasi dari temuan-temuan ini menunjukkan bahwa organisasi di Indonesia harus memprioritaskan pengembangan pendekatan yang terstruktur untuk compassionate leadership dan praktik. Ini termasuk berinvestasi dalam program pelatihan dan pengembangan untuk membekali para pemimpin dengan keterampilan yang diperlukan untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang penuh compassion. Selain itu, penggunaan people analytics dan AI dapat membantu organisasi lebih memahami dan mengatasi kebutuhan karyawan mereka, mempersonalisasi pengalaman kerja dan menciptakan angkatan kerja yang lebih terlibat dan produktif (Mazumdar, 2024). Dengan menumbuhkan budaya compassion, organisasi dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan, membangun resilience, dan mencapai tujuan strategis mereka, pada akhirnya berkontribusi pada budaya tempat kerja yang lebih positif dan suportif di Indonesia.


Referensi Compassion