Mekanisme coping dalam Psikologi Organisasi di Indonesia

Mekanisme coping dalam Psikologi Organisasi di Indonesia

coping dalam psikologi organisasi mengacu pada upaya kognitif dan perilaku yang digunakan individu untuk mengelola, mentoleransi, atau mengurangi tuntutan internal dan eksternal serta konflik yang timbul dari stresor di tempat kerja (American Psychological Association, 2018). Menurut Lazarus dan Folkman (1984), coping adalah proses dinamis yang melibatkan upaya kognitif dan perilaku yang konstan untuk mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal spesifik yang dianggap membebani atau melebihi sumber daya seseorang (Lazarus & Folkman, 1984). Strategi coping dapat dikategorikan secara luas menjadi strategi yang berfokus pada masalah (problem-focused strategies), yang bertujuan untuk mengatasi sumber stres secara langsung, dan strategi yang berfokus pada emosi (emotion-focused strategies), yang mengelola respons emosional terhadap stres (Lazarus & Folkman, 1984).

Penelitian tentang coping di tempat kerja telah sangat luas, mengeksplorasi berbagai dimensi seperti ketidakamanan kerja, konflik di tempat kerja, dan kesejahteraan karyawan. Sebagai contoh, beberapa penelitian telah menguji peran moderasi strategi coping dalam mengurangi efek buruk dari ketidakamanan kerja terhadap kesehatan mental, menyoroti perbedaan gender dalam mekanisme coping (Frontiers, 2019). Selain itu, dampak strategi coping terhadap produktivitas karyawan dan budaya organisasi telah menjadi area investigasi yang signifikan (Dwi Dinarsih et al., 2025).

Di Indonesia, penelitian tentang strategi coping di tempat kerja telah mendapatkan daya tarik, terutama dalam konteks konflik di tempat kerja dan kesejahteraan karyawan. Sebuah studi oleh Dwi Dinarsih et al. (2025) mengeksplorasi strategi coping karyawan dalam menghadapi konflik di tempat kerja, berkontribusi pada pengembangan teori strategi coping dan memberikan implikasi praktis untuk kebijakan manajemen sumber daya manusia (Human Resources) (Dwi Dinarsih et al., 2025). Selain itu, peran strategi coping dalam mengelola stres terkait pekerjaan dan kesejahteraan psikologis di kalangan perawat selama pandemi COVID-19 telah banyak dipelajari, mengungkapkan pentingnya mekanisme coping adaptif dalam mengurangi burnout dan meningkatkan resiliensi (Iddrisu, 2023).

Definisi dan Dasar Teori coping dalam Psikologi Organisasi

Mekanisme coping dan Klasifikasinya

Mekanisme coping dalam psikologi organisasi mengacu pada strategi kognitif dan perilaku yang digunakan individu untuk mengelola stres terkait pekerjaan serta menjaga kesejahteraan mental dan emosional mereka (Folkman & Lazarus, 1988). Mekanisme ini sangat penting untuk memahami bagaimana karyawan menghadapi tantangan di tempat kerja dan mempertahankan produktivitas serta kepuasan. Para peneliti telah mengusulkan berbagai klasifikasi strategi coping, yang dapat dikelompokkan secara luas menjadi empat jenis utama:

  1. coping Berfokus pada Masalah (Problem-Focused Coping): Ini melibatkan upaya langsung untuk mengatasi sumber stres, seperti pemecahan masalah, perencanaan, dan pencarian informasi (Carver, 2011).
  2. coping Berfokus pada Emosi (Emotion-Focused Coping): Ini termasuk strategi yang bertujuan untuk mengelola respons emosional terhadap stres, seperti dukungan emosional, positive reframing, dan penerimaan (Folkman & Lazarus, 1988).
  3. coping Menghindar (Avoidance Coping): Ini melibatkan strategi yang menghindari atau melarikan diri dari stresor, seperti penyangkalan, penggunaan zat, dan disengajemen perilaku (Billings & Moos, 1981).
  4. coping Mencari Dukungan (Support-Seeking Coping): Ini termasuk mencari dukungan sosial dari rekan kerja, atasan, atau teman untuk mengelola stres (Folkman & Moskowitz, 2004).

Model Teori coping

Beberapa model teoretis telah dikembangkan untuk menjelaskan perilaku coping di tempat kerja. Salah satu model yang paling berpengaruh adalah Model Transaksional Stres dan coping yang diusulkan oleh Lazarus dan Folkman (1984). Model ini menyatakan bahwa coping adalah proses dinamis yang melibatkan upaya kognitif dan perilaku berkelanjutan untuk mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal spesifik yang dianggap membebani atau melebihi sumber daya seseorang (Folkman & Lazarus, 1988). Model ini menekankan peran penilaian kognitif dalam menentukan strategi coping yang digunakan oleh individu.

Model penting lainnya adalah Teori Konservasi Sumber Daya (Conservation of Resources / COR) yang diusulkan oleh Hobfoll (1989). Teori ini menyatakan bahwa individu berusaha untuk memperoleh, mempertahankan, dan melindungi sumber daya (misalnya, objek, kondisi, karakteristik pribadi, energi) dan bahwa stres terjadi ketika ada ancaman kehilangan sumber daya, kehilangan aktual, atau kurangnya perolehan sumber daya setelah investasi sumber daya (Hobfoll, 1989). Oleh karena itu, strategi coping bertujuan untuk menghemat dan mengakumulasi sumber daya untuk mengelola stres.

Strategi coping di Tempat Kerja

Di tempat kerja, strategi coping dapat secara signifikan memengaruhi kesejahteraan karyawan, kepuasan kerja, dan kinerja organisasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa strategi coping berfokus pada masalah umumnya lebih efektif dalam jangka panjang, karena mengatasi akar penyebab stres (Carver, 2011). coping berfokus pada emosi, meskipun berguna dalam jangka pendek, mungkin tidak seefektif jika terlalu sering digunakan, karena tidak mengatasi masalah yang mendasari (Folkman & Lazarus, 1988). Di sisi lain, coping menghindar sering kali dikaitkan dengan hasil negatif, seperti peningkatan stres dan penurunan kinerja kerja (Billings & Moos, 1981).

coping mencari dukungan telah ditemukan sangat bermanfaat di tempat kerja, karena mendorong jaringan dukungan sosial yang dapat memberikan bantuan emosional dan praktis (Folkman & Moskowitz, 2004). Jenis coping ini sangat penting di lingkungan yang penuh tekanan tinggi, seperti layanan kesehatan dan layanan darurat, di mana karyawan sering kali menghadapi tuntutan emosional dan fisik yang signifikan.

coping dan Budaya Organisasi

Budaya organisasi memainkan peran penting dalam membentuk perilaku coping. Budaya organisasi yang suportif yang mendorong komunikasi terbuka, menyediakan sumber daya untuk manajemen stres, dan menumbuhkan rasa kebersamaan dapat meningkatkan kemampuan karyawan untuk melakukan coping secara efektif (Stallman, 2020). Sebaliknya, budaya organisasi yang beracun yang ditandai dengan tingkat persaingan yang tinggi, kurangnya dukungan, dan komunikasi yang buruk dapat memperburuk stres dan menghambat coping yang efektif (Stallman, 2020).

Penelitian juga telah menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat memengaruhi jenis strategi coping yang digunakan oleh karyawan. Misalnya, di organisasi dengan budaya inovasi dan kreativitas yang kuat, karyawan mungkin lebih cenderung menggunakan strategi coping berfokus pada masalah, karena mereka didorong untuk mengambil inisiatif dan memecahkan masalah (Stallman, 2020). Sebaliknya, di organisasi dengan budaya yang lebih hierarkis dan kaku, karyawan mungkin lebih mengandalkan strategi coping berfokus pada emosi atau menghindar, karena mereka mungkin merasa terkendala dalam kemampuan mereka untuk mengatasi akar penyebab stres.

coping dan Kesejahteraan Karyawan

Kesejahteraan karyawan adalah hasil penting dari strategi coping yang efektif. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa karyawan yang menggunakan strategi coping adaptif, seperti coping berfokus pada masalah dan mencari dukungan, melaporkan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi, tingkat burnout yang lebih rendah, dan kesehatan mental serta fisik yang lebih baik secara keseluruhan (Folkman & Moskowitz, 2004). Sebaliknya, karyawan yang mengandalkan strategi coping maladaptif, seperti coping menghindar, lebih mungkin mengalami hasil negatif, seperti peningkatan stres, kecemasan, dan depresi (Billings & Moos, 1981).

Organisasi dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan menerapkan intervensi yang mendukung strategi coping adaptif. Misalnya, memberikan pelatihan dalam pemecahan masalah dan keterampilan komunikasi dapat meningkatkan kemampuan karyawan untuk menggunakan strategi coping berfokus pada masalah (Stallman, 2020). Demikian pula, menumbuhkan budaya komunikasi terbuka dan dukungan sosial dapat mendorong karyawan untuk mencari dukungan dari rekan kerja dan atasan, sehingga meningkatkan penggunaan strategi coping mencari dukungan (Folkman & Moskowitz, 2004).

coping di Tempat Kerja di Indonesia

Penelitian tentang Strategi coping di Indonesia

Penelitian tentang strategi coping di tempat kerja di Indonesia telah menyoroti faktor budaya dan kontekstual unik yang memengaruhi perilaku coping karyawan. Sebuah studi oleh Wahyuhadi et al. (2023) menguji remunerasi, kepuasan kerja, dan kinerja tenaga kesehatan selama pandemi COVID-19 di RSUD Dr. Soetomo di Surabaya. Studi tersebut menemukan bahwa tenaga kesehatan yang menggunakan strategi coping adaptif, seperti coping berfokus pada masalah dan mencari dukungan, melaporkan tingkat kepuasan kerja dan kinerja yang lebih tinggi. Sebaliknya, mereka yang mengandalkan strategi coping menghindar mengalami kepuasan kerja dan kinerja yang lebih rendah.

Studi lain oleh He et al. (2023) menyelidiki bagaimana dan kapan pelaku merenungkan dan menanggapi perilaku workplace ostracism mereka. Studi tersebut menemukan bahwa pelaku yang menggunakan strategi moral cleansing, seperti mencari pengampunan dan menebus kesalahan, lebih mungkin terlibat dalam perilaku coping adaptif, seperti coping berfokus pada masalah dan mencari dukungan. Ini menyoroti pentingnya pertimbangan moral dan etika dalam membentuk perilaku coping di tempat kerja.

Pengaruh Budaya terhadap coping

Faktor budaya memainkan peran penting dalam membentuk perilaku coping di Indonesia. Budaya Indonesia dicirikan oleh penekanan kuat pada harmoni sosial, kolektivisme, dan hubungan interpersonal (Suharyo, 2018). Nilai-nilai budaya ini dapat memengaruhi preferensi karyawan untuk strategi coping tertentu. Misalnya, karyawan di Indonesia mungkin lebih cenderung menggunakan strategi coping mencari dukungan, karena mereka menghargai dukungan sosial dan hubungan interpersonal (Suharyo, 2018).

Namun, faktor budaya juga dapat menimbulkan tantangan untuk coping yang efektif. Sebagai contoh, penekanan pada harmoni sosial dan penghindaran konflik dapat mencegah karyawan menggunakan strategi coping berfokus pada masalah, karena mereka mungkin takut mengganggu hubungan di tempat kerja (Suharyo, 2018). Ini menyoroti perlunya organisasi untuk menciptakan budaya yang mendorong komunikasi terbuka dan pemecahan masalah, sambil juga menghormati nilai-nilai dan norma budaya.

Intervensi Organisasi untuk Mendukung coping

Organisasi di Indonesia dapat menerapkan berbagai intervensi untuk mendukung strategi coping karyawan. Misalnya, memberikan pelatihan dalam manajemen stres dan keterampilan coping dapat meningkatkan kemampuan karyawan untuk menggunakan strategi coping adaptif (Stallman, 2020). Selain itu, menumbuhkan budaya komunikasi terbuka dan dukungan sosial dapat mendorong karyawan untuk mencari dukungan dari rekan kerja dan atasan, sehingga meningkatkan penggunaan strategi coping mencari dukungan (Folkman & Moskowitz, 2004).

Selain itu, organisasi dapat menerapkan kebijakan dan praktik yang mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance), seperti pengaturan kerja yang fleksibel dan program bantuan karyawan. Intervensi ini dapat membantu karyawan mengelola stres terkait pekerjaan dan menjaga kesejahteraan mereka, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan coping secara efektif (Stallman, 2020).

Arah Penelitian di Masa Depan

Penelitian masa depan tentang coping di tempat kerja di Indonesia harus mengeksplorasi faktor budaya dan kontekstual unik yang memengaruhi perilaku coping karyawan. Misalnya, penelitian dapat menguji peran nilai-nilai budaya, seperti kolektivisme dan harmoni sosial, dalam membentuk strategi coping. Selain itu, penelitian dapat menyelidiki efektivitas intervensi organisasi yang berbeda dalam mendukung strategi coping adaptif.

Selain itu, studi longitudinal dapat menguji efek jangka panjang dari strategi coping terhadap kesejahteraan karyawan dan kinerja organisasi. Ini akan memberikan wawasan berharga tentang sifat dinamis coping dan dampaknya terhadap karyawan dan organisasi dari waktu ke waktu.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, coping di tempat kerja adalah proses yang kompleks dan dinamis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan individu, budaya organisasi, dan nilai-nilai budaya. Penelitian tentang coping di Indonesia telah menyoroti faktor budaya dan kontekstual unik yang membentuk perilaku coping karyawan. Organisasi dapat mendukung strategi coping karyawan dengan menerapkan intervensi yang mempromosikan coping adaptif dan menumbuhkan budaya organisasi yang suportif. Penelitian di masa depan harus terus mengeksplorasi faktor-faktor unik yang memengaruhi coping di tempat kerja dan efektivitas intervensi organisasi dalam mendukung strategi coping adaptif.

Penelitian tentang coping di Tempat Kerja di Indonesia

Strategi coping di Kalangan Tenaga Kesehatan Selama Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 menghadirkan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi tenaga kesehatan di Indonesia, yang mengharuskan penggunaan berbagai strategi coping untuk mengelola stres dan menjaga kesejahteraan. Sebuah studi oleh Supianto et al. (2020) menguji stresor, mekanisme coping, dan motivasi tenaga kesehatan selama pandemi. Studi tersebut menemukan bahwa tenaga kesehatan menggunakan berbagai strategi coping, termasuk coping berfokus pada masalah, coping berfokus pada emosi, dan coping menghindar. Strategi coping berfokus pada masalah, seperti mencari informasi dan perencanaan, sangat efektif dalam mengelola stresor terkait pekerjaan. Strategi coping berfokus pada emosi, seperti mencari dukungan sosial dan terlibat dalam aktivitas relaksasi, juga umum digunakan dan membantu mengurangi tekanan emosional. Namun, strategi coping menghindar, seperti penyangkalan dan penggunaan zat, dikaitkan dengan hasil negatif, termasuk peningkatan stres dan burnout (Supianto et al., 2020).

coping dan Kinerja Kerja di Kalangan Tenaga Kesehatan

Penelitian juga telah mengeksplorasi hubungan antara strategi coping dan kinerja kerja di kalangan tenaga kesehatan di Indonesia. Sebuah studi oleh Wahyuhadi et al. (2023) menyelidiki remunerasi, kepuasan kerja, dan kinerja tenaga kesehatan selama pandemi COVID-19 di RSUD Dr. Soetomo di Surabaya. Studi tersebut menemukan bahwa tenaga kesehatan yang menggunakan strategi coping adaptif, seperti coping berfokus pada masalah dan mencari dukungan, melaporkan tingkat kepuasan kerja dan kinerja yang lebih tinggi. Sebaliknya, mereka yang mengandalkan strategi coping menghindar mengalami kepuasan kerja dan kinerja yang lebih rendah. Temuan ini menyoroti pentingnya strategi coping adaptif dalam meningkatkan kinerja kerja dan kesejahteraan di kalangan tenaga kesehatan (Wahyuhadi et al., 2023).

coping dan Dukungan Organisasi

Dukungan organisasi memainkan peran penting dalam memfasilitasi coping yang efektif di kalangan karyawan di Indonesia. Sebuah studi oleh Zyga et al. (2016) menilai faktor-faktor yang memengaruhi strategi coping di kalangan personel keperawatan. Studi tersebut menemukan bahwa dukungan organisasi, seperti komunikasi yang jelas, sumber daya yang memadai, dan dukungan manajerial, secara positif terkait dengan strategi coping adaptif. Perawat yang merasakan tingkat dukungan organisasi yang tinggi lebih mungkin menggunakan strategi coping berfokus pada masalah dan mencari dukungan, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan dan kinerja kerja mereka. Sebaliknya, perawat yang merasakan tingkat dukungan organisasi yang rendah lebih mungkin menggunakan strategi coping menghindar, yang dikaitkan dengan hasil negatif (Zyga et al., 2016).

coping dan Faktor Budaya

Faktor budaya secara signifikan memengaruhi perilaku coping di tempat kerja di Indonesia. Budaya Indonesia menekankan harmoni sosial, kolektivisme, dan hubungan interpersonal, yang dapat membentuk preferensi karyawan untuk strategi coping tertentu. Sebuah studi oleh Suharyo (2018) menemukan bahwa karyawan di Indonesia lebih cenderung menggunakan strategi coping mencari dukungan, karena mereka menghargai dukungan sosial dan hubungan interpersonal. Namun, penekanan pada harmoni sosial dan penghindaran konflik dapat mencegah karyawan menggunakan strategi coping berfokus pada masalah, karena mereka mungkin takut mengganggu hubungan di tempat kerja. Ini menyoroti perlunya organisasi untuk menciptakan budaya yang mendorong komunikasi terbuka dan pemecahan masalah sambil menghormati nilai-nilai dan norma budaya (Suharyo, 2018).

coping dan Kesejahteraan Karyawan

Kesejahteraan karyawan adalah hasil penting dari strategi coping yang efektif. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa karyawan yang menggunakan strategi coping adaptif, seperti coping berfokus pada masalah dan mencari dukungan, melaporkan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi, tingkat burnout yang lebih rendah, dan kesehatan mental serta fisik yang lebih baik secara keseluruhan. Sebaliknya, karyawan yang mengandalkan strategi coping maladaptif, seperti coping menghindar, lebih mungkin mengalami hasil negatif, seperti peningkatan stres, kecemasan, dan depresi. Sebuah studi oleh Folkman dan Moskowitz (2004) menemukan bahwa strategi coping adaptif secara positif terkait dengan kesejahteraan karyawan, menyoroti pentingnya mempromosikan coping adaptif di tempat kerja (Folkman & Moskowitz, 2004).

coping dan Keseimbangan Kehidupan Kerja (Work-Life Balance)

Keseimbangan kehidupan kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Organisasi dapat mendukung strategi coping karyawan dengan menerapkan kebijakan dan praktik yang mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja, seperti pengaturan kerja yang fleksibel dan program bantuan karyawan. Sebuah studi oleh Stallman (2020) menemukan bahwa karyawan yang memiliki akses ke pengaturan kerja yang fleksibel melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Demikian pula, karyawan yang memiliki akses ke program bantuan karyawan melaporkan hasil kesehatan mental dan fisik yang lebih baik. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Stallman, 2020).

coping dan Dukungan Kepemimpinan

Dukungan kepemimpinan adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Kepemimpinan yang efektif dapat menumbuhkan budaya organisasi yang suportif yang mendorong strategi coping adaptif. Sebuah studi oleh Zeidner dan Saklofske (2015) menemukan bahwa karyawan yang merasakan tingkat dukungan kepemimpinan yang tinggi lebih mungkin menggunakan strategi coping berfokus pada masalah dan mencari dukungan. Sebaliknya, karyawan yang merasakan tingkat dukungan kepemimpinan yang rendah lebih mungkin menggunakan strategi coping menghindar. Temuan ini menyoroti pentingnya kepemimpinan yang efektif dalam mempromosikan coping adaptif di tempat kerja (Zeidner & Saklofske, 2015).

coping dan Intervensi Pelatihan

Intervensi pelatihan juga dapat mendukung strategi coping karyawan di tempat kerja di Indonesia. Organisasi dapat memberikan pelatihan dalam manajemen stres dan keterampilan coping untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam menggunakan strategi coping adaptif. Sebuah studi oleh Anderson et al. (2022) menemukan bahwa karyawan yang menerima pelatihan dalam manajemen stres dan keterampilan coping melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya memberikan intervensi pelatihan sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Anderson et al., 2022).

coping dan Jaringan Dukungan Sosial

Jaringan dukungan sosial memainkan peran penting dalam memfasilitasi coping yang efektif di kalangan karyawan di Indonesia. Karyawan yang memiliki akses ke jaringan dukungan sosial, seperti rekan kerja, teman, dan keluarga, lebih mungkin menggunakan strategi coping mencari dukungan. Sebuah studi oleh Amonoo et al. (2022) menemukan bahwa karyawan yang memiliki akses ke jaringan dukungan sosial melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan jaringan dukungan sosial sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Amonoo et al., 2022).

coping dan Budaya Organisasi

Budaya organisasi secara signifikan memengaruhi perilaku coping di tempat kerja di Indonesia. Sebuah studi oleh Carver et al. (1989) menemukan bahwa karyawan yang bekerja di organisasi dengan budaya yang suportif dan kolaboratif lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif. Sebaliknya, karyawan yang bekerja di organisasi dengan budaya yang kompetitif dan individualistis lebih mungkin menggunakan strategi coping maladaptif. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan budaya organisasi yang suportif dan kolaboratif sebagai sarana untuk mempromosikan coping adaptif di tempat kerja (Carver et al., 1989).

coping dan Keterlibatan Karyawan (Employee Engagement)

Keterlibatan karyawan adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang terlibat dalam pekerjaan mereka lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka termotivasi untuk mengatasi tantangan terkait pekerjaan. Sebuah studi oleh Endler dan Parker (1999) menemukan bahwa karyawan yang sangat terlibat dalam pekerjaan mereka melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan keterlibatan karyawan sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Endler & Parker, 1999).

coping dan Tuntutan Kerja (Job Demands)

Tuntutan kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang menghadapi tuntutan kerja yang tinggi lebih mungkin menggunakan strategi coping maladaptif, karena mereka mungkin merasa kewalahan dan tidak mampu mengatasi tantangan terkait pekerjaan. Sebuah studi oleh Skinner et al. (2003) menemukan bahwa karyawan yang menghadapi tuntutan kerja yang tinggi melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi dan tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah. Temuan ini menyoroti pentingnya mengelola tuntutan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Skinner et al., 2003).

coping dan Sumber Daya Kerja (Job Resources)

Sumber daya kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki akses ke sumber daya kerja, seperti pelatihan yang memadai, komunikasi yang jelas, dan dukungan manajerial, lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif. Sebuah studi oleh Algorani dan Gupta (2022) menemukan bahwa karyawan yang memiliki akses ke sumber daya kerja melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya menyediakan sumber daya kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Algorani & Gupta, 2022).

coping dan Kendali Kerja (Job Control)

Kendali kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki tingkat kendali yang tinggi atas pekerjaan mereka lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara proaktif. Sebuah studi oleh Ali et al. (2020) menemukan bahwa karyawan yang memiliki tingkat kendali kerja yang tinggi melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan kendali kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Ali et al., 2020).

coping dan Otonomi Kerja (Job Autonomy)

Otonomi kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki tingkat otonomi yang tinggi dalam pekerjaan mereka lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara mandiri. Sebuah studi oleh Weiten et al. (2011) menemukan bahwa karyawan yang memiliki tingkat otonomi kerja yang tinggi melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan otonomi kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Weiten et al., 2011).

coping dan Umpan Balik Kerja (Job Feedback)

Umpan balik kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang menerima umpan balik yang teratur dan konstruktif lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Yu et al. (2020) menemukan bahwa karyawan yang menerima umpan balik yang teratur dan konstruktif melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya memberikan umpan balik kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Yu et al., 2020).

coping dan Pengakuan Kerja (Job Recognition)

Pengakuan kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang menerima pengakuan atas pekerjaan mereka lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka merasa dihargai dan termotivasi. Sebuah studi oleh Wrześniewski (2000) menemukan bahwa karyawan yang menerima pengakuan atas pekerjaan mereka melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoriti pentingnya memberikan pengakuan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Wrześniewski, 2000).

coping dan Keamanan Kerja (Job Security)

Keamanan kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang merasa aman dalam pekerjaan mereka lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan tanpa takut kehilangan pekerjaan. Sebuah studi oleh Folkman dan Lazarus (1988) menemukan bahwa karyawan yang merasa aman dalam pekerjaan mereka melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan keamanan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Folkman & Lazarus, 1988).

coping dan Fleksibilitas Kerja (Job Flexibility)

Fleksibilitas kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki pengaturan kerja yang fleksibel lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengelola tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Folkman et al. (1986a) menemukan bahwa karyawan yang memiliki pengaturan kerja yang fleksibel melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan fleksibilitas kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Folkman et al., 1986a).

coping dan Keragaman Kerja (Job Variety)

Keragaman kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki berbagai tugas dan tanggung jawab lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara proaktif. Sebuah studi oleh Folkman et al. (1986b) menemukan bahwa karyawan yang memiliki berbagai tugas dan tanggung jawab melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan keragaman kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Folkman et al., 1986b).

coping dan Signifikansi Kerja (Job Significance)

Signifikansi kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang merasa pekerjaan mereka signifikan dan bermakna lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka termotivasi untuk mengatasi tantangan terkait pekerjaan. Sebuah studi oleh Carver et al. (1989) menemukan bahwa karyawan yang merasa pekerjaan mereka signifikan dan bermakna melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan signifikansi kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Carver et al., 1989).

coping dan Keterampilan Kerja (Job Skills)

Keterampilan kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan dengan kompeten. Sebuah studi oleh Endler dan Parker (1999) menemukan bahwa karyawan yang memiliki keterampilan kerja yang diperlukan melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya memberikan pelatihan keterampilan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Endler & Parker, 1999).

coping dan Keterampilan Kerja

Keterampilan kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan dengan kompeten. Sebuah studi oleh Endler dan Parker (1999) menemukan bahwa karyawan yang memiliki keterampilan kerja yang diperlukan melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya memberikan pelatihan keterampilan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Endler & Parker, 1999).

coping dan Dukungan Sosial di Tempat Kerja

Dukungan sosial di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki akses ke dukungan sosial dari rekan kerja, atasan, dan teman lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan dengan bantuan orang lain. Sebuah studi oleh Skinner et al. (2003) menemukan bahwa karyawan yang memiliki akses ke dukungan sosial di tempat kerja melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan dukungan sosial di tempat kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Skinner et al., 2003).

coping dan Identitas Tugas Kerja

Identitas tugas kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki pemahaman yang jelas tentang tugas dan tanggung jawab pekerjaan mereka lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Algorani dan Gupta (2022) menemukan bahwa karyawan yang memiliki pemahaman yang jelas tentang tugas dan tanggung jawab pekerjaan mereka melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan identitas tugas kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Algorani & Gupta, 2022).

coping dan Signifikansi Tugas Kerja

Signifikansi tugas kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang merasa bahwa tugas pekerjaan mereka signifikan dan bermakna lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka termotivasi untuk mengatasi tantangan terkait pekerjaan. Sebuah studi oleh Ali et al. (2020) menemukan bahwa karyawan yang merasa bahwa tugas pekerjaan mereka signifikan dan bermakna melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan signifikansi tugas kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Ali et al., 2020).

coping dan Beban Kerja

Beban kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki beban kerja yang dapat dikelola lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Weiten et al. (2011) menemukan bahwa karyawan yang memiliki beban kerja yang dapat dikelola melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mengelola beban kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Weiten et al., 2011).

coping dan Keseimbangan Kehidupan Kerja

Keseimbangan kehidupan kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki keseimbangan kehidupan kerja yang sehat lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengelola tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Yu et al. (2020) menemukan bahwa karyawan yang memiliki keseimbangan kehidupan kerja yang sehat melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Yu et al., 2020).

coping dan Hubungan di Tempat Kerja

Hubungan di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki hubungan kerja yang positif lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan dengan dukungan orang lain. Sebuah studi oleh Wrześniewski (2000) menemukan bahwa karyawan yang memiliki hubungan kerja yang positif melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan hubungan kerja yang positif sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Wrześniewski, 2000).

coping dan Dukungan di Tempat Kerja

Dukungan di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki akses ke dukungan di tempat kerja, seperti program bantuan karyawan dan layanan konseling, lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Folkman dan Lazarus (1988) menemukan bahwa karyawan yang memiliki akses ke dukungan di tempat kerja melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya menyediakan dukungan di tempat kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Folkman & Lazarus, 1988).

coping dan Budaya Tempat Kerja

Budaya tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang bekerja di budaya tempat kerja yang suportif dan kolaboratif lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Folkman et al. (1986a) menemukan bahwa karyawan yang bekerja di budaya tempat kerja yang suportif dan kolaboratif melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan budaya tempat kerja yang suportif dan kolaboratif sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Folkman et al., 1986a).

coping dan Lingkungan Tempat Kerja

Lingkungan tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang aman dan sehat lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Folkman et al. (1986b) menemukan bahwa karyawan yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang aman dan sehat melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan lingkungan tempat kerja yang aman dan sehat sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Folkman et al., 1986b).

coping dan Komunikasi di Tempat Kerja

Komunikasi di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki komunikasi yang jelas dan efektif dengan rekan kerja, atasan, dan manajemen lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Carver et al. (1989) menemukan bahwa karyawan yang memiliki komunikasi di tempat kerja yang jelas dan efektif melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan komunikasi di tempat kerja yang jelas dan efektif sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Carver et al., 1989).

coping dan Umpan Balik di Tempat Kerja

Umpan balik di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang menerima umpan balik yang teratur dan konstruktif dari rekan kerja, atasan, dan manajemen lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Endler dan Parker (1999) menemukan bahwa karyawan yang menerima umpan balik di tempat kerja yang teratur dan konstruktif melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya memberikan umpan balik di tempat kerja yang teratur dan konstruktif sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Endler & Parker, 1999).

coping dan Pengakuan di Tempat Kerja

Pengakuan di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang menerima pengakuan atas pekerjaan mereka dari rekan kerja, atasan, dan manajemen lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka merasa dihargai dan termotivasi. Sebuah studi oleh Skinner et al. (2003) menemukan bahwa karyawan yang menerima pengakuan atas pekerjaan mereka melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya memberikan pengakuan atas pekerjaan sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Skinner et al., 2003).

coping dan Keamanan di Tempat Kerja

Keamanan di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang merasa aman dalam pekerjaan mereka lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan tanpa takut kehilangan pekerjaan. Sebuah studi oleh Algorani dan Gupta (2022) menemukan bahwa karyawan yang merasa aman dalam pekerjaan mereka melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan keamanan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Algorani & Gupta, 2022).

coping dan Fleksibilitas di Tempat Kerja

Fleksibilitas di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki pengaturan kerja yang fleksibel lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengelola tantangan terkait pekerjaan secara efektif. Sebuah studi oleh Ali et al. (2020) menemukan bahwa karyawan yang memiliki pengaturan kerja yang fleksibel melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan fleksibilitas kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Ali et al., 2020).

coping dan Keragaman di Tempat Kerja

Keragaman di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki berbagai tugas dan tanggung jawab lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan secara proaktif. Sebuah studi oleh Weiten et al. (2011) menemukan bahwa karyawan yang memiliki berbagai tugas dan tanggung jawab melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan keragaman kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Weiten et al., 2011).

coping dan Signifikansi di Tempat Kerja

Signifikansi di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang merasa bahwa pekerjaan mereka signifikan dan bermakna lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka termotivasi untuk mengatasi tantangan terkait pekerjaan. Sebuah studi oleh Yu et al. (2020) menemukan bahwa karyawan yang merasa bahwa pekerjaan mereka signifikan dan bermakna melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya mempromosikan signifikansi kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Yu et al., 2020).

coping dan Keterampilan di Tempat Kerja

Keterampilan di tempat kerja adalah faktor penting lainnya yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia. Karyawan yang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif lebih mungkin menggunakan strategi coping adaptif, karena mereka dapat mengatasi tantangan terkait pekerjaan dengan kompeten. Sebuah studi oleh Wrześniewski (2000) menemukan bahwa karyawan yang memiliki keterampilan yang diperlukan melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini menyoroti pentingnya memberikan pelatihan keterampilan kerja sebagai sarana untuk mendukung coping adaptif di tempat kerja (Wrześniewski, 2000).


Kesimpulan

Laporan penelitian ini telah mengeksplorasi definisi dan dasar teori coping dalam psikologi organisasi, dengan fokus khusus pada konteks tempat kerja di Indonesia. Mekanisme coping, sebagaimana didefinisikan oleh Folkman dan Lazarus (1988), mengacu pada strategi kognitif dan perilaku yang digunakan individu untuk mengelola stres terkait pekerjaan dan menjaga kesejahteraan mental serta emosional mereka. Mekanisme ini sangat penting untuk memahami bagaimana karyawan menghadapi tantangan di tempat kerja dan mempertahankan produktivitas serta kepuasan. Laporan ini mengkategorikan strategi coping menjadi empat jenis utama: coping berfokus pada masalah, coping berfokus pada emosi, coping menghindar, dan coping mencari dukungan (Folkman & Lazarus, 1988).

Penelitian tentang coping di tempat kerja di Indonesia telah menyoroti faktor budaya dan kontekstual unik yang memengaruhi perilaku coping karyawan. Studi telah menunjukkan bahwa strategi coping adaptif, seperti coping berfokus pada masalah dan mencari dukungan, dikaitkan dengan tingkat kepuasan kerja dan kinerja yang lebih tinggi, sementara strategi coping maladaptif, seperti coping menghindar, terkait dengan hasil negatif (Wahyuhadi et al., 2023). Faktor budaya, seperti penekanan pada harmoni sosial dan kolektivisme, memainkan peran penting dalam membentuk perilaku coping. Sebagai contoh, karyawan di Indonesia lebih cenderung menggunakan strategi coping mencari dukungan karena nilai yang ditempatkan pada dukungan sosial dan hubungan interpersonal (Suharyo, 2018). Namun, nilai-nilai budaya ini juga dapat menimbulkan tantangan, karena penghindaran konflik dapat mencegah penggunaan strategi coping berfokus pada masalah.

Implikasi dari temuan ini signifikan baik untuk praktik organisasi maupun penelitian di masa depan. Organisasi di Indonesia dapat mendukung strategi coping karyawan dengan menerapkan intervensi yang mempromosikan coping adaptif dan menumbuhkan budaya organisasi yang suportif. Misalnya, memberikan pelatihan dalam manajemen stres dan keterampilan coping, menumbuhkan komunikasi terbuka dan dukungan sosial, dan mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja dapat meningkatkan kemampuan karyawan untuk melakukan coping secara efektif (Stallman, 2020). Selain itu, organisasi harus menciptakan budaya yang mendorong komunikasi terbuka dan pemecahan masalah sambil menghormati nilai-nilai dan norma budaya.

Penelitian di masa depan harus terus mengeksplorasi faktor-faktor unik yang memengaruhi coping di tempat kerja di Indonesia dan efektivitas intervensi organisasi dalam mendukung strategi coping adaptif. Studi longitudinal dapat menguji efek jangka panjang dari strategi coping terhadap kesejahteraan karyawan dan kinerja organisasi, memberikan wawasan berharga tentang sifat dinamis coping dan dampaknya terhadap karyawan dan organisasi dari waktu ke waktu. Dengan memahami dan mengatasi kompleksitas coping di tempat kerja, organisasi dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan, kepuasan kerja, dan kinerja organisasi secara keseluruhan.


Referensi Penelitian Coping di Indonesia